Wednesday, January 23, 2008

Elle

Lelaki muda itu mengangguk sopan saat Fiona mempersilahkannya masuk ke dalam apartemennya. Hujan yang mulai turun rintik-rintik cukup membuatnya bajunya basah, meskipun hanya lima menit berjalan kaki dari perhentian MRT terdekat.
Namanya Michael, senyumnya lebih damai menentramkan dibandingkan pertemuan terakhir kami setahun lalu.
Ketika Fiona meneleponku, langsung saja kutahu Michael pasti bisa membantu.

Sebenarnya aku mengenal Elle lebih dulu daripada Fiona. Sebagai sesama perantau di negeri orang, secara kebetulan aku berkenalan dengan Elle di negeri kecil ini. Fiona adalah saudara sepupu Elle yang baru tinggal sebulan di apartmentnya yang mungil tapi rapi ini.

Tetapi Fiona lah yang meneleponku pagi ini dengan penuh kebingungan. Elle yang biasanya periang dan banyak bicara, tiba tiba marah-marah tidak keruan, sumpah serapah tidak senonoh yang tidak mungkin dilontarkannya.

Untung hari itu hari Minggu, setengah jam kemudian aku pun bisa tiba di tempat mereka. Setelah melihat keadaan Elle yang tidak mau makan,minum atau mandi, serta tak henti-hentinya memaki-maki. Aku sadar bahwa ini bukan karena stress biasa, pasti ‘sesuatu’ telah menempelnya begitu instingku mengatakan. Karena belum yakin aku bisa melakukannya sendiri, tanpa alat tanpa bantuan bahan apapun, maka langsung aku teringat akan nama seseorang yang bisa membantu. Michael.

Michael, salah satu mentor ku di sini, cukup dikenal di kalangan anak2 Indo di sini jika menemui masalah-masalah yang tidak bisa dimengerti secara logika, kadangkala setelah pengobatan dokter gagal.

Jauh dari bayangan orang tentang ahli supranatural, Michael berumur tiga puluhan, berambut rapi, biasanya memakai t-shirt berwarna hitam digabung dengan jeans, di saat tidak sedang bekerja, tampil laiknya sebagai seorang pemuda biasa. Tetapi tutur katanya yang lembut tapi tegas, ditambah sorot matanya yang teduh tapi tajam hingga jarang orang bisa menatapnya lama lama, jelas menunjukkan bahwa ia bukan orang sembarangan.

Memang sejak berada di ruang tidur Elle, aku merasakan atmosfir yang lain, yang membuat orang merasa tertekan dan kepingin marah. Sesekali semilir udara busuk menyeruak membuat perut ini mual. Dulu Michael mengatakan itu semacam zat fosfor yang kebanyakan dikeluarkan oleh makhluk halus tertentu.

Begitu sampai ambang pintu kamar tidur, Michael mengeluarkan sebungkus garam yang sepertinya baru dibeli di supermarket dalam perjalanan ke sini.
Sebaris garam di ambang pintu untuk mencegah makhluk laen datang membantu temannya. Cara itu pernah dijelaskan olehnya padaku sebelum melakukan exorcist, “Mengapa?”, tanyaku saat itu. “Dari pengalaman.” katanya sambil tersenyum misterius.

Michael memang menggunakan bahan-bahan yang alami dan mudah didapat di negeri ini. Memang bisa menggunakan kemenyan putih untuk fungsi serupa, tetapi sangat sukar untuk membelinya di sini.

Segelas air putih yang dituang ke dalam gelas pun dicampur dengan sejumput garam. Rosario yang sedari tadi digenggam oleh Fiona, dipinjamnya untuk kemudian dicelupkan ke dalam gelas itu.

Michael lalu menutup kedua matanya dan mengoleskan sedikit air garam itu ke kelopak matanya. Aku pun melakukan hal serupa, karena ingin melihat dengan jelas apa sebenarnya yang kami hadapi kali ini.

Bayangan wajah seorang wanita muda terlihat membayang di muka Elle, cukup cantik, jika saja tidak terlihat separuh wajahnya yang hancur berdarah seperti tergesek aspal jalanan.

Ternyata roh penasaran , korban kecelakaan bulan lalu di ujung jalan apartment ini. Begitu sang roh mengaku ketika kamu tanya, hanya dengan saling memandang. Terus mengikuti Elle sampai berhasil merasukinya saat tubuh Elle sedang kecapaian.
Sementara Fiona masih berdiri bengong di luar pintu kamar memandangi Elle yang duduk bersandar di ranjang, terus melotot dan mengeluarkan suara desisan.

Setelah beberapa kali Michael minta dengan halus supaya roh wanita itu keluar dari tubuh Elle, tetapi tidak digubris. Maka Michael pun mengangguk kecil ke arahku.
Dia mendekat hendak mengalungkan rosario yang sudah basah tercelup air garam ke leher Elle.
Kedua tangan Elle secara kaku bergerak ke atas mencengkeram kedua lengan Michael dengan keras, menahannya agar rosario itu tidak mendekat ke badannya.
Berhasil, roh dalam tubuh Elle tidak lagi memperhatikanku, dengan gerak cepat kumendekat memegang kaki kiri Elle, menempelkan dua butir merica putih tepat di bawah ibu jari kaki kiri, kubaca beberapa mantra pengusir setan.

Elle melenguh keras, menggeliat dan melenguh lagi, persis suara sapi yang digorok, matanya mendelik merah dan marah.
Cengkeraman di lengan Michael tak lama kemudian mengendur dan lepas.
Sesaat kemudian seluruh tubuhnya lunglai, tidak ada lagi roh wanita muda, hanya tinggal Elle sendiri, matanya menutup kecapaian.
Rosario kali ini bisa dikalungkan ke leher Elle, yang mulai bernapas dengan tenang.
Kupegang kaki kanan Elle, untuk menutup lubang tempat keluarnya roh itu menempel lagi butiran merica putih di bawah ibu jari kanannya.

Roh itu telah pergi lewat jendela ruang tidur, karena pintu telah kami ‘segel’ dari semula.
Sisa garam yang ada disebar ke seluruh pintu dan jendela yang ada di apartment itu.

“Bukan bahan yang penting,” kata Michael padaku sambil tersenyum,”Tidak perlu kemenyan putih atau akar beringin, cukup sejumput garam atau segelas air. Yang penting makna dan mantra. Lain kali kau sudah pasti bisa tangani sendiri hal seperti ini.”

Benarkah, sudah siapkah aku?

Mojoville, 23 January 2008
OddieZ

No comments: