Saturday, December 22, 2007

fake wallet..berani sekali



Thurday, 20 Dec 2007.
at Surabaya Pakuwon SuperMall, Matahari Dept. Store.

Stunned.. find fake leather wallet, Braun Buffel, at only around 100 thousands Rups.
quality very bad though, as bad as a cheap fake one made in Tanggulangin, or maybe it is made in there.

Wow, in such a big store, in such a big mall...a pity.

Thursday, October 18, 2007

Meditate 1


I meditated on the cruise on the river of Nile,
watching water giving life to the nature.
to the green trees beside the river..

I meditated in the bus, passing thru the desert on both sides.
only sands and stone.

I meditated...
watching the 3000 years old culture,
once there huge...so huge...
and still gone away.


Zoi
Egypt Oct 2007.

Thursday, October 4, 2007

Sultan or/and President

It’s been a while since the last time I typed something.
Lha kok malah seperti novel Stephen King ‘Bags of Bones’ yang lagi kubaca sebagian saja, dan sepertinya tidak pernah selesai, karena daku keras kepala untuk mencari setiap kata yang tidak kumengerti di kamus.
Memang tidak seperti biasanya dengan mengabaikan beberapa kata yang bisa diterka maknanya, novel King bisa kulahap dengan cepat.

Anyway, beberapa malam yang lalu saat jari jari tangan ini tak hentinya memencet-mencet tombol tv, berlompatan di antara saluran saluran televisi yang tidak menarik. Sampai di MetroTV, di mana salah satu talk show yang dibawakan oleh Andy, seseorang yang tidak keren, berambut keriting, berkumis, dan gaya bicara yang kurang berintonasi, tidak mengundang emosi ( my personal opinion sih), apalagi dengan judul talk show yang jelas2 mencontek judul talk show dari amrik ( duh emangnya org Indo ga ada yg kreatif gitu? bikin judul talk show aja mesti nyontek), sebelum jari tangan ini sempat memencet pindah channel, terlihat bintang tamu kali itu adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Penasaran juga mendengar kata2 ucapan beliau yang tenang dan berwibawa itu.
Pertanyaan malam itu berkisar dari pengunduran Sultan dari Gubernur DIY, sampai dengan kemungkinan beliau maju ke kancah kursi pemilihan presiden 2009. Sultan tidak menjawab mungkin atau tidak, tetapi semua tergantung dari masyarakat, membutuhkan atau tidak. Tidak terang-terangan seperti Sutiyoso yang telah mencalonkan diri jadi presiden.

Yang paling menarik adalah pertanyaan Andy tentang pandangan Sri Sultan terhadap poligami. Sultan menyatakan tidak akan berpoligami, karena beliau tidak akan mungkin bertindak adil kepada istri-istrinya. Kemudian Sultan pun berkata,” Saya tidak mau berpoligami, karena saya sendiri adalah korban dari poligami itu sendiri.”

Seorang Sultan yang mempunyai hak untuk berpoligami memilih untuk bermonogami, dan diutarakan secara blak blakan kepada umum, tidak takut dicela oleh kumpulan orang2 yang mendukung poligami, ... cool.

Dengan kharisma seperti itu, apakah mungkin Sri Sultan justru cocok menjadi seorang calon presiden kita.

ref : http://www.kickandy.com/topik.asp?id=93

Thursday, August 30, 2007

Makan Pagi

Senyum si waiter yang lebar itu menyambutku di pagi yang dingin itu.
Seperti biasa beberapa macam makanan pagi telah tersedia di meja buffet, scrambled egg, mashed potato, gorengan bacon, serta berbagai macam roti yang tidak semua aku kenal jenisnya, menunggu para tamu untuk mengambilnya sendiri.

Setelah mengangguk menyapa si waiter, sambil sekedar menanggapi basa basinya, how do you sleep last night, fine, a little bit cold….big diffferent from your country right? etc etc bla bla bla ….
Akhirnya aku bisa duduk dengan tenang di meja pojok sambil terkantuk kantuk menikmati secangkir kopi kental, with milk but just one block of sugar.
Sejenak kerinduan yang sangat muncul untuk menikmati kopi tubruk, yang jauh lebih wangi dari kopi para bule ini.

Sudah seminggu ini kami bersepuluh tinggal di Holiday Inn ini. Tapi lain dengan Holiday Inn berbintang lima yang ada di tanah air, di sini Holiday Inn merupakan hotel biasa, lebih mendekati losmen, hampir bisa ditemui di semua tempat.
Menyediakan penginapan dengan tarif yang cukup memadai untuk para pelancong yang kebetulan lewat dan membutuhkan tempat menginap melewatkan malam. Tentu saja

Hari hari pertama memang masih menyenangkan karena semua hal hal baru yang kami temui di sini. Setelah seharian mengikuti seminar, sore harinya jika mendapat pinjaman mobil, kami bisa berkeliling di toko toko terdekat, atau dinner di berbagai restoran kecil di downtown. Tetapi setelah seminggu lewat, antusiasme para tuan rumah sudah jauh menurun, mobil pun sukar untuk dapat dipinjam, membuat kita sepanjang sore setelah seminar selesai hanya terkurung di dalam losmen kecil ini.

Masa training yang masih cukup panjang membuat beberapa teman mulai mengomel. Beberapa teman mengeluhkan menu di restoran hotel yang tidak lebih dari 20 macam itu terlalu monoton, bagi perut Indonesia yang tidak kenyang jika tidak dimasuki nasi, pilihan ‘with rice’ pun lebih menyempit menjadi 4 pilihan saja. Itu pun bukan beras pulen, putih, wangi nan kenyal seperti yang biasa kita makan di rumah, melainkan Cajun rice, sejenis beras yang lebih panjang, lebih kuning, jika ditanak menjadi nasi akan lebih keras, apalagi dengan cara memasak mereka seakan setengah matang, membuat salah seorang teman berkomentar dirinya adalah seorang penari kuda kepang yang sedang makan beras mentah.

Pagi itu suasana di restoran masih sangat lenggang, wangi roti yang baru dipanggang semerbak memenuhi ruangan bercampur dengan gurihnya bau bacon yang sebagian masih terdengar mendesis panas di dalam nampan di ujung menja buffet. Teman teman masih belum ada yang nampak ujung hidungnya, mungkin mereka masih bergulung nyaman di dalam selimut di pagi yang cukup dingin ini. Mungkin diriku yang tidak enak tidur semalaman, terbangun sangat pagi dan tidak dapat lagi memejamkan mata, memutuskan untuk turun dulu ke ruang restaurant. Para waiter sudah tidak nampak batang hidungnya, mungkin semua sedang masuk di dalam kitchen area, menyiapkan hidangan breakfast yang masih belum siap.

Aku terkantuk kantuk sambil menghangatkan tangan di gelas kopi yang hangat itu. Lampu penerangan telah dipadamkan, sementara sang matahari masih enggan menyembulkan diri sepenuhnya, membuat ruang itu tampak remang remang.
Denting sendok dan garpu terdengar samar dari dalam ruang dapur. Selain itu semuanya senyap.
Kaca yang besar yang tebal yang menahan dinginnya udara luar juga membuat semua kicau burung tidak lagi terdengar dari dalam.

Saat itulah aku tiba tiba melihat sosok hitam yang duduk di meja pojok berseberangan dariku. Seorang tua berkulit hitam yang berpakaian butut, mereka di sini disebut homeless people, alias para gelandangan.
Aku telah melihat beberapa gelandangan di LA minggu lalu saat transit dan menginap di sana.
Lain dengan para gelandangan di sini yang berpakaian compang camping dan robek, kebanyakan dari mereka meski mengenakan pakaian bekas tetapi tidaklah sekumuh gelandangan di tanah air.
Tetapi banyak di antara yang menggenggam kantong kertas berwarna coklat yang dalamnya berisi botol minuman keras, sungguh mengenaskan bahwa mereka lebih suka menghabiskan uang yang didapatnya untuk minum daripada membeli makanan.

Terheran heran aku mengamati sang orang tua di ujung meja, bagaimana dia bisa masuk ke dalam ruang resto di hotel ini.
Petugas sekuriti di pintu depan pasti tidak mengijinkannya masuk.
Tetapi dia telah duduk di sana, matanya menatap kosong jauh, jaketnya yang tebal berwarna coklat tua lusuh, sweater yang abu abu telah mulai menghitam di banyak tempat.
Tanggannya saling menggenggam di depan dadanya, seakan sedang berdoa.

Pandangannya yang kosong perlahan beralih memandangku, tampaknya ia menyadari bahwa di ruangan ini selain dirinya juga masih ada orang lain yang duduk, aku.
Heran…. jika benar ia seorang gelandangan pastilah dia telah mengambil makanan dan minuman yang banyak tersedia di sana.
Tetapi dia hanya duduk terpekur di sana menatap kosong, seakan melamun, atau seakan tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Suatu perasaan yang aneh menyelimutiku saat orang tua itu menatapku, suatu perasaan yang dingin, jauh lebih dingin menusuk tulang dibandingkan dengan hawa pagi di luar. Bulu kudukku meremang, demikian juga pori pori di tangan yang terbungkus dalam sweater ini.
Ternyata aku telah bertemu dengan makhluk ‘lain’, sungguh tak kunyana di tengah kehidupan di negara adidaya nan modern ini, aku juga masih bisa bertemu dengan mereka.

Sesaat saling bertukar pandang, ia seakan bertanya sedang apa kalian di sini.
Mungkin penampilanku yang tidak sama dengan para bule yang menarik perhatiannya sehingga ia ‘singgah’ untuk menyapaku.
Tetapi bagaimanapun kehadirannya membuatku sangat tidak nyaman, keringat dingin mengucur deras di pelipis, leher membasahi pakaianku.

Seakan tahu akan ketidaknyamananku dia tersenyum..senyum kecut, yang makin lebar…menyeringai menampakkan gigi geliginya yang telah ompong di beberapa tempat, tampak kuning coklat karena nikotin.
Bisa kurasakan bau busuk yang menyebar dari mulutnya , terselip tajam…menyeruak di antara wangi roti panggang dan sedap bau bacon.
Perasaan jijik berkecamuk di dalam perutku, setengah kopi hangat yang baru kuteguk bergolak memaksa naik ke atas.

Kedua kaki dan tanganku seakan lemas tak berdaya untuk kugerakkan, orang tua itu makin lebar menyeringai.
Tampak lidahnya yang biru bercampur ungu bergelung kaku di dalam.
Mulutnya ternganga seperti seseorang yang akan tertawa terbahak.
Ketakutan yang amat sangat menyelimutiku…mulutnya makin besar menganga…

....sampai akhirnya terdengar suara “ODD, ODD……..BANGUN oi….Gila lu, pagi pagi udah molor di restoran.”, suara Budi menarikku kembali sadar dari mimpi burukku.

Kulihat suasana restoran yang telah menjadi terang karena sinar matahari telah banyak masuk, beberapa teman lain yang ikut masuk bersama Budi tertawa terkekeh kekeh melihatku gelagapan terbangun.
Yang pasti mulai besok aku akan cari seseorang teman lain menemaniku sebelum aku turun untuk sarapan di tempat ini.

OddieZ, Wisconsin 1997.

Tuesday, July 31, 2007

Genderuwo

Suatu desa kecil di pinggiran kota Lumajang, perbatasan dengan kota Jember, ada sebuah rumah kuno yang berdiri sejak jaman Belanda. Di sana tinggal kakak beradik keturunan Cina. Kedua perempuan ini hidupnya sangat sederhana, berpenghasilan dari keahlian mereka menjahit bagi penduduk desa setempat. Hasil jahitan mereka terkenal
teliti dan halus, terutama bordiran tangan di sarung bantal ataupun sulaman di baju.

Kehidupan mereka yang sederhana, bahkan bisa disebut miskin, seakan menghapus mitos yang selama ini terbentuk bahwa warga keturunan selalu hidup berkecukupan. Ibu mereka adalah generasi ketiga yang lahir di negeri ini, meskipun warga keturunan ibu mereka selalu berkebaya, bersanggul, memang ada sebagian warga keturunan masa itu yang telah beradat Jawa.
Berkain dan kebaya, biasanya dengan kebaya atasan yang tipis menerawang, putih umumnya. Ibu mereka juga terkenal dengan keahlian menjahitnya inilah yang kemudian diwariskan kepada kedua anaknya.

Sang ayah telah meninggal sejak mereka berdua sangat kecil. Karena itu mereka harus berjuang sendiri mencari sesuap nasi, semasa mereka kecil kehidupan lebih sulit karena hanya ibunya seorang yang menjadi satu satunya yang bisa mencari orang, untunglah hubungan baik terjalin antara mereka dan seluruh penduduk desa, tak sedikit bantuan yang diberikan para tetangga yang merasa kasihan pada mereka, setelah kedua gadis itu bisa menjahit membantu ibunya maka perekonomian mereka pun beranjak membaik.

Rumah besar mereka masih sangat kuno dengan ruangan yang luas dan tinggi, dikelilingi oleh halaman yang luas dengan beberapa pohon mangga dan rumpun bambu di belakang rumah. Menurut penduduk, rumah itu tergolong angker karena banyak ‘penghuni’nya. Sarang Genderuwo, begitu menurut anggapan warga desa. Genderuwo adalah sejenis lelembut yang usil, seringkali menggoda manusia, kebanyakan penampakan sebagai makhluk tinggi besar hitam berbulu lebat bak gorila. Kedua kakak beradik itu tidak menyangkalnya, tetapi karena sejak lahir mereka tinggal di sana seakan terbiasa menghadapi hal hal yang demikian. Orang lain yang tidak kuat mentalnya pasti akan berpikir dua kali untuk tinggal di sana.

Suatu waktu ada seorang sepupu perempuan mereka yang datang berkunjung dari kota , karena kemalaman dia pun menginap. Waktu malam karena hendak buang air kecil ia pun ke WC. Seperti rumah tua pada umumnya, WC dibangun terpisah dengan bangunan induk, untuk menuju bangunan kecil yang digunakan sebagai WC haruslah melewati pekarangan rumah belakang.
Malam itu sang sepupu terpaksa memberanikan diri, setengah berlari menuju ke WC yang diterangi dengan lampu 10 watt yang berayun diterpa hembusan angin. Tengah jongkok menunaikan hajat, dilihatnya sesuatu benda kecil melintas cepat di sela daun pintu dengan lantai, pasti tikus…ia pun bersiap siap untuk berdiri dan berlari karena dia jijik terhadap jenis hewan pengerat itu.
Benda itu melintas lagi…berlari lari di depannya beberapa kali, tiba tiba berhenti di depannya, dipicingkan matanya untuk melihat jelas benda itu di bawah temaram lampu, astaga ternyata potongan tangan seorang bayi, terdiri dari pergelangan dan telapak tangan. Terbirit birit ia berlari menuju ke bangunan induk dengan teriakan yang membangunkan seisi rumah.

Kamar mandi mereka masih menggunakan bak besar, yang diisi dengan air yang ditimba dari sumur. Seringkali tengah malam terdengar orang yang sedang mandi, padahal kedua kakak beradik itu telah tertidur pulas. Keesokan harinya terlihat lantai kamar mandi dengan bak mandi yang kosong, padahal sore sebelumnya telah terisi penuh.

Pernah juga suatu malam sang adik pulang dari kondangan di desa sebelah, pada saat malam hari lewat pekarangan depan rumah, tepat di bawah pohon mangga yang besar, seakan air jatuh dari langit hujan lebat, sesaat saja dan hanya di atas kepalanya. Setelah tercium bau pesing , barulah dia sadar kalau itu adalah air kencing, seakan ada makhluk yang besar mengencinginya dari atas pohon.

Tetapi ada juga pengalaman yang sudah terjadi cukup lama, yaitu saat listrik belum masuk desa. Untuk mengejar orderan yang cukup banyak, sang kakak menjahit sampai larut malam di bawah penerangan lampu Petromax, tiba tiba dari belakang tercium bau rokok kretek, kemudian tanpa ada angin yang berhembus, nyala lampu tiba tiba meredup sampai hampir padam, kemudian menyala lagi terang, semikian terjadi beberapa kali. Sadar bahwa ada lelembut yang sedang ‘mengerjai’ dirinya, maka sang kakak berucap seakan berkata kepada seseorang di dekatnya dengan bahasa Jawa ” Wong podho golek penguripan dhewe dhewe mbok ojo saling ganggu ono” (artinya Kita khan mencari penghidupan masing masing, alangkah baiknya tidak salig mengganggu). Tak lama kemudian gangguan itu berhenti, bau rokok tak tercium lagi, di kejauhan di atas rumpun bambu yang tinggi tampak satu titik merah menyala, seakan ada seseorang menghisap rokok di sana.

Tetapi bagaimana pun mereka masih sangat takut untuk berhadapan langsung dengan makhluk halus itu. Suatu sore menjelang Maghrib, kala sang kakak sedang mandi, sang adik telah bersantai duduk di depan teras rumah dengan dua gelas ’teh- hangat di sampingnya dan sepiring pisang goreng mengepul harum. Saat akan diambil potongan kedua pisang goreng, tiba tiba dilihatnya ada tangan hitam berbulu besar berkuku hitam panjang ikut mengambil pisang goreng di atas piring. Sang adik tak berani menoleh ke sebelah menatap wajah makhluk itu, dia hanya melirik ke bawah, terlihat dua kaki besar berbulu hitam lebat, mirip sekali gorila.Dalam kediaman kedua makhluk itu makan pisang goreng. Sampai tersisa dua potong terakhir pisang di atas piring, sang adik pun berkata “Kari loro yo, kon sithok aku sithok” ( Tinggal dua yah, kamu sepotong aku sepotong).
Setelah itu diraihnya satu potong pisang, dikumpulkan segenap tenaga untuk berdiri di atas kedua kakinya yang lemas itu dan berlari sekuat tenaga masuk rumah dan membanting serta mengunci pintu.
Ini adalah pertemuan terdekat antar mereka dengan para genderuwo, Closest Encounter – seperti disebut Agent Scully dalam serial TV- The X-files.

Kisah ini diceritakan oleh seorang teman yang masih saudara jauh dari empunya rumah, jika ada yang tidak percaya ia bersedia menunjukkan lokasi yang dimaksud, tentunya dengan resiko ditanggung sendiri……

Mojoville, October 2002

Saturday, July 28, 2007

Suatu siang di kantor


Siang ini sungguh berbeda dengan siang-siang lain di kantor.
Mendung gelap menggayut, menyelimuti angkasa, siap sewaktu-waktu menumpah ruahkan butiran air yang sudah sarat dikandungnya. Sang mentari seakan mengambil cuti dengan tidak menampakkan diri sejak pagi tadi.

Jumat siang ini sungguh sunyi, dua rekan kerja telah meninggalkan meja mereka begitu bel berbunyi. Pastinya pergi untuk sholat, sementara seorang rekan pulang ke rumah untuk makan siang.

Kuteguk minuman diet yang kubuat pagi tadi.
Dengan bekal sedikit keteguhan hati sudah dua hari kulewati tanpa menelan makanan padat, hanya dengan beberapa botol minuman diet alami, yang kubuat sendiri setelah tergoda hasil nyata seorang teman yang menjadi sangat langsing setelah memraktekkannya.

Lampu kantor yang dipadamkan oleh teman-teman seperti kebiasaan setiap saat istirahat, siang ini terasa sangat gelap.
Nyala monitor terang, sementara aku baris demi baris membaca celotehan teman-teman sesama alumni SMA yang saling bersambut di homepage ‘khusus alumni’, di mana ada juga guru-guru berjiwa muda yang ikutan nimbrung.

Di tengah jari jari iseng ini mengetik reply pada suatu topik tentang pembahasan hantu di ruang tidur anak seorang kakak kelas, reply yang tak pernah kukira tak jadi kupost.

Karena tiba-tiba suatu hembusan udara dingin bertiup ke leher bagian belakangku.
Pasti bukanlah AC yang sedari tadi menderu stabil.

Wangi kembang menyergap lubang hidung, mengingatkanku pada bau khas setiap kali kulewat di depan stand penjual bunga dan kain kafan di sebelah pasar itu.

Otak ini segera bereaksi menyuruh kedua kaki secepatnya beranjak untuk meninggalkan kantor kecil ini, insting mencari tempat di mana masih ada orang lain, setidaknya di luar pasti ada beberapa office boy atau karyawan lain yang sedang lalu lalang di dekat tangga.
Tetapi kaki dan badan seakan membeku kaku tidak menuruti perintah.

Dari sudut lemari muncul sosok putih, berambut panjang sebahu, melayang mendekat.
Iya benar, melayang, Karena ia tidak perlu berjalan berbelok di sela meja dan kursi, melainkan melintas di atasnya.
Dan ia mengarah tepat ke arahku.

Tak jelas nampak mukanya.
Tetapi sesuatu membuatku tahu makhluk itu adalah seorang perempuan dan ia tidak bermaksud baik.

Dengan cepat kuteringat sepintas cerita beberapa rekan bagian IT yang kerap lembur sampai malam bahwa beberapa orang sempat berpapasan dengan bayangan putih yang melintas dari kamar mandi dan masuk ke dalam kantor.
Ya Tuhan, berarti benar yang mereka maksudkan adalah kantor ini.

Sementara makhluk itu bergerak pelan tapi pasti ke arahku, mataku menatap nanar ke depan masih tidak dapat melihat jelas muka pucatnya yang tertutup oleh rambut panjang beriap-riap. Tapi yang pasti yang kulihat sebuah seringai mulut yang penuh dengan gigi kuning.

Tuk tuk tuk….sialan ternyata bunyi gemeretuk gigiku sendiri yang gemetar tak keruan.
Keringat dingin membasahi kening dan mulai menetes di mukaku yang sama pucatnya dengan warna laptop ini sekarang.

Tinggal jarak satu meja saja, makhluk yang telah mengulurkan tangan itu pasti bisa meraih diriku yang terdiam, tak bergerak terbelenggu oleh ketakutan yang amat sangat.

Tiba-tiba makhluk itu terhenti, berhenti di depan meja rekanku yang sedang pulang makan siang. Ia menatap tajam ke atas meja dan mulai mundur perlahan.

Tak terasa pandanganku ikut melihat atas meja. Tampak sebuah gelang batu berwarna hitam kekuningan yang biasa dipakai oleh temanku, tertinggal di atas meja. Memang waktu mengetik gelang batu itu biasa dilepasnya karena berbenturan dengan kaca alas meja. Siang itu pasti ia lupa memakainya pulang.

Makhluk itu terus mundur tanpa melepaskan pandangannya ke gelang itu.

Diriku yang sudah tidak menjadi obyek utama serangannya sudah mulai bisa bergerak, kaki tangan yang tadinya kaku mulai terasa hangat dan bisa digerakkan. Ternyata pandangan makhluk itu yang seakan menghipnotis, mengikat erat seluruh tubuh ini.

Makhluk itu mundur lebih cepat dari pergerakan majunya tadi.
Sebentar ia pun masuk ke ujung gelap ruangan.
Bersamaan dengan itu pintu terbuka dan kedua rekan kerja yang baru kembali dari sembahyang berjalan masuk.

Melihatku wajahku yang pucat pasi, mereka dengan cepat membuat secangkir teh manis panas untukku.
Baru kemudian bibir ini mampu bergerak dan bercerita kepada mereka.

Setelah kutanya pada empunya gelang, gelang macam apakah itu penolongku itu. Katanya hanyalah gelang biasa dari batu tiger eye, hanya saja sering digunakan sebagai tasbih, jika sedang menganggur, batu-batu itu diputarnya sambil menggumamkan mantra pujian.
Mungkin itulah, yang menyelamatkanku siang itu.

Tetapi yang pasti akan butuh waktu lama sekali sebelum aku berani sendirian di ruang kantor ini.

Mojoville, July 27, 2007.

Monday, July 23, 2007

Make a memory

Malam ini kuakan tulis semua cerita yang aku bisa sebelum kutertidur.
Kubayangkan, setiap cerita yang kutulis akan dimuat oleh koran-koran terkemuka yang biasanya memuat cerpen cerpen para sastrawan yang jarang bisa dimengerti oleh para pembaca.

Seekor nyamuk sialan masih terbang melenggang santai di depan mata. Tangan yang sibuk bergemelitik di atas keyboard tak cukup cepat utk kuangkat dan kuhantamkan ke arahnya.

Lagu Bon jovi – Make a Memory, yang baru, setidaknya yang baru kukenal mengalun sendu dari earphone memasuki kepalaku seakan tak mau keluar lagi. Menjadi panduan mimpi indah, nanti , nanti jika sudah bisa kukuak mimpi, menyelam dalam tidur yang tak kunjung tiba.
If you don’t know if you should stay.
and if you don’t say what’s on your mind.
………..
If you go now, I understand

Sungguh sangat terlambat bagiku sekarang untuk mengetahui kabar lagu lagu baru yang lagi ngetop di papan billboard dari desa terpencil seperti ini. Di tiap saat kembali ke sini aku merasa melakukan perjalanan waktu kembali ke sepuluh tahun silam, di mana masih banyak sepeda sepeda berkeliaran di jalan, dan memang seperti itulah di sini.

Nyamuk sialan itu lewat lagi, tanganku yang lagi kesurupan tidak bisa berhenti mengetik, secara reflek melakukan dua kali pukulan belalang mengepit mangsa, tanpa hasil.
Terpaksa harus kuhentikan tulisan yang tak keruan juntrungannya ini, berburu makhluk penghisap darah sialan yang masih terbang bebas merdeka (at least for a while), jika tidak nanti malam aku tak kan dapat tidur dengan tenang … atau nanti pagi…

You wanna make a memory……

Bon jovi…still has it.

Oddiez.
Two minutes to dreaming.
July 22, 2007

Persahabatan jari.

Ujung-ujung jari tanganku terasa hangat, dengan sedikit rasa kesemutan. Jelas terasa karena berapa tegukan VSOP yang baru membasahi kerongkonganku ini.
Tapi yang penting sekarang mereka sudah bisa dengan tanpa canggung menari-nari lincah di atas keyboard putih, di laptopku yang juga serba putih ini.

Ugh, bagaimana mungkin aku menjadi seperti yang diceritakan oleh penulis kesayanganku dalam salah satu novelnya, tentang seorang penulis yang tidak bisa lagi menulis setelah ditinggal mati oleh istrinya.
Karena aku sama sekali bukan seorang penulis, dan apalagi belum ditinggal mati oleh istri, haha.

Aku hanya seorang pemimpi yang mencoba menuliskan impiannya, yang sekarang kehabisan ide atau inspirasi atau apapun yang membuatku menulis.
Padahal dari dulu dengan mudah segala isi pikiran dapat kutumpahkan ke dalam tulisan, sehingga kapasitas storage otak dapat kembali kosong untuk pikiran baru yang tak hentinya muncul bak tauge tumbuh dari kacang ijo.

Atau mungkin dengan laptop baru ini, nuansa menulis menjadi hilang, karena aku menjadi mengetik dibandingkan dulu menulis. Menulis di kertas putih, halaman kebalikan dari dokumen-dokumen kerja yang sudah tak terpakai lagi. Yang nanti jika ada waktu baru kuketik ulang dan kusimpan ke dalam file file yang menumpuk usang di salah satu folder kuno di sudut sempit harddisk, di sela gunungan file file pekerjaan yang nampaknya jauh lebih penting.

Pasti bukan karena minuman ini.
Karena di malam-malam lain, berkali lipat dari dosis yang kugelegak sekarang, masih tidak membuatku mampu mulai memencetkan jari-jari tanganku di atas tuts tuts perawan keyboard ini dan mengetikkan sebuah kalimat yang mempunyai arti,

Mungkin malam ini, kali pertama para jari mulai mengulurkan tanda persahabatan dengan para tuts keyboard sekalian. Dan para tuts membuka hati membiarkan para jari menari dengan lembut di atas mereka untuk menuliskan apa saja yang dipikir oleh otak, tak peduli itu berarti atau tidak.

Semoga persahabatan antara otak , para jari, tuts dan laptop dimulai dengan baik dan berlangsung dengan langgeng sehingga ide ide gila sang otak dapat tertumpahkan di dalam file-file bulukan di sudut gelap folder terkucil.



OddiezZ
Mojoville
July 22, 2007
Sleepless night.

Frozen heart

I frozed my heart once.
At least I think I did.
A thick layer of ice should protect it,
from anything or anyone that could hurt it.
Even though I never felt happiness too.

It melts..
I can feel it,
the ice is certainly melting now.

Someone or something warm must get too close.
Too late to avoid.

I can feel the pain again.
Tears can run down again wetting my cheeks.
Though chuckles and big grins also appear sometimes,
exposing my teeth and my merry heart.
And suddenly I can start to write again.

I realized….all this time.
It’s only recess time.
Before the life goes on, and I am still in it.

With bitter pain and torture….
and sweet love and caring..

Have to train this old heart again.
To recover from its numbness
To feel and live again….. once more.


Oddz.
Mojoville, Sunday night,
22 July 2007

Tuesday, July 10, 2007

Penabur Abu Jenazah

Di pesisir pantai Pasir Putih itu tampak serombongan orang, belasan jumlahnya , kebanyakan berpakaian putih dan hitam, tak tampak sedikit pun warna merah di pakaian mereka. Sejak pagi mereka telah tiba di pantai, menjelang siang mereka berdesakan di sebuah perahu penangkap ikan berukuran sedang, menuju ke tengah laut. Jika diamati dari dekat tampak ekspresi kesedihan mereka, ternyata mereka bermaksud untuk menabur abu jenazah.

Belakangan ini di tengah sukarnya mencari lahan pekuburan, semakin banyak orang memilih cara kremasi, kemudian abunya ditabur ke laut. Karena itu semakin sering pula di pantai muncul rombongan seperti pagi ini.

Udin menatap tajam ke perahu hijau yang baru merapat itu. Dilihatnya salah seorang dari rombongan itu memberikan beberapa lembar uang kepada sang tukang perahu. Memang jumlah uang yang didapat cukup besar untuk pekerjaan yang membutuhkan waktu tidak sampai setengah hari itu, sama dengan hasil melaut selama beberapa hari.

Itulah yang menjadikan Udin sangat ingin mencoba mengantarkan rombongan semacam itu ke tengah laut. Tetapi herannya setiap kali ada rombongan penabur abu jenazah yang datang mencari perahu untuk disewa, penduduk sekitar maupun sesama rekan nelayan selalu menyuruh mereka untuk mencari perahu berwarna hijau itu, perahu Pak Juhari.
Pak Juhari sudah mulai menginjak usia senja, sudah tidak lagi terlalu sering melaut jauh ke tengah, kebanyakan membawa turis melihat karang di tepian, malam hari jika melaut juga di tepian saja, mungkin karena kondisi fisik yang sudah tidak mendukung lagi.

Udin berpikir mungkin inilah alasan semua orang memberi kesempatan bagi Pak Juhari untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari melayani para penabur abu jenazah.
Malam hari, Udin mendekati perahu hijau, Pak Juhari sedang membenahi jaring bersiap untuk melaut. Udin sengaja hendak menemui Pak Juhari sebelum mulai mencoba mengantar rombongan abu jenazah, dengan pertimbangan semakin banyak rombongan yang datang ia juga ingin ikut berbagi rejeki, tetapi karena selama ini Pak Juhari yang sering mengantarkan, tidak ada salahnya ia permisi dulu.

Pak Juhari tersenyum tipis ketika Udin mengutarakan maksudnya, manggut manggut, memang kebutuhan hidup Pak Juhari seorang diri tidaklah banyak, tidak menjadi masalah untuk berbagi rejeki dengan anak muda yang berkeluarga beranak dua itu. Udin sangatlah senang mendapatkan ‘ijin’ dari nelayan sepuh itu, periuk nasinya akan mendapatkan sumber rejeki tambahan agar dapat terus mengepul.

Saat Pak Juhari mengajaknya melaut bersama malam itu, dengan senang hati ia pun mengiyakan.
Sudah 4 jam mereka berdua menarik dan melempar jala, heran hati Udin melihat betapa banyaknya hasil ikan malam itu, padahal Pak Juhari hanya mendayung perahu di tepian pantai saja. Sedang Udin yang sehari hari melaut sampai ke tengah laut pun jarang mendapatkan hasil seperti ini. Menjelang tengah malam, mereka pun berhenti sejenak melepas penat, Pak Ju menuangkan kopi panas untuk mereka berdua dari termos yang disiapkan sebelum berangkat tadi.

Udin mengeluarkan sebungkus rokok kretek favorit nelayan setempat, sampai menjadi mithos banyak mencari ikan haruslah merokok merk itu, karena hasil tangkapan pasti akan banyak. Sejenak suasana menjadi hening, hanya terdengar ombak memecah kecil di badan perahu. Pak Juhari berkata lirih, “Memang Nak, setiap siangnya aku mengantarkan orang melarung (menabur abu), pasti malamnya aku akan panen ikan, karena itu malam ini aku melaut, juga mengajakmu karena bisa membantu menjala. Ndak tau, apakah mungkin dibantu roh yang aku bantu tadi.”

Udin terdiam tak tahu mau menjawab apa, karena dia juga merasakan keanehan ini, seketika angin laut menjadi sangat dingin menembus jaket tebal yang dikenakannya, bulu kuduknya meremang. Kembali keduanya dibalut kesunyian, duduk di dekat salah satu ujung kapal, di mana ujung kapal satunya hampir tertumpuk oleh ikan hasil tangkapan mereka tadi. Nyala lampu petromax bergoyang seiring gerakan perahu yang dialun gelombang, wangi tembakau merebak tipis dari ujung rokok mereka berdua, dengan asap tipis yang dengan cepat hilang diterpa angin.

Saat Udin hendak bertanya apakah sudah waktunya untuk pulang dengan tangkapan sebanyak itu, tiba tiba dia melihat sesosok tubuh di ujung perahu satunya, sesosok tubuh wanita seharusnya melihat rambutnya yang panjang sedikit di bawah bahu, berpakaian putih, bermuka pucat, duduk diam tak bersuara memandang mereka berdua. Keringat dingin mengalir di pelipis Udin, bibirnya kering lidahnya kelu tak mampu bergerak ketika ia hendak memanggil Pak Juhari.

Hampir 10 detik ia terdiam kaku saling bertatapan dengan sosok wanita itu, sampai akhirnya Pak Juhari menyadari keanehan sikap Udin dan mengikuti arah tatapan matanya ke ujung perahu satunya.

Dengan suara lirih Pak Juhari berkata,” Terima kasih Non, malam ini memberi rejeki pada bapak, semoga Non bisa tenang di alamnya”. Sehabis perkataan itu, bayangan putih itu pun perlahan kabur dan menghilang.

Udin seakan baru tersadar ketika Pak Ju menuangkan lagi kopi panas ke gelasnya yang hampir kosong itu, hangatnya kopi yang mengalir masuk kerongkongannya seakan membuat darah mulai mengalis di tubuhnya, wajahnya yang pucat pasi mulai terasa panas.

“Memang kejadian seperti ini sering terjadi Nak”, tutur Pak Juhari, “ Kita harus membiasakan diri saja. Tidak perlu takut, karena kita pada dasarnya membantu mereka dengan melarung abu jenazahnya ke laut. Mereka hanya ingin muncul untuk berterima kasih saja.”

Udin hanya manggut manggut kecil, masih tidak mampu menjawab dari lidahnya yang masih kelu, setidaknya ia akan berpikir dua kali lagi sebelum berani menerima tawaran untuk melarung abu jenazah ke laut.

OddieZ
Mojoville, Oktober 2002.

Thursday, July 5, 2007

Another reason for Cremation

That why I choose cremation, and ashes to the sea.
=====
Dihapusnya tetesan air yang mengalir perlahan turun dari sudut matanya. Perasaan sedih bercampur jengkel berkecamuk tak keruan di dalam dadanya.

Malam semakin larut, masih enggan rasanya A-Ying memejam mata, terlintas kejadian seharian tadi yang terus menghantuinya…..

Pagi itu kompleks pemakaman Cina di daerah Singosari, sebelah Utara kota Malang, sangatlah ramai. Bergerombol orang orang di sekitar pemakaman. Mulai dari tukang parkir dan tukang jual minuman di pinggir jalan, orang tua, anak muda dan anak kecil yang berkeliaran di antara makam.

Hari itu adalah Qing Ming alias Cheng Beng, hari tradisi bagi orang Cina untuk mengunjungi makam leluhurnya. Masyarakat sekitar pun telah sangat hafal dengan hari itu, karena mereka juga berharap dapat mengais rejeki. Mulai orang tua sampai anak kecil yang minta minta dibagi uang recehan.

Seperti tahun sebelumnya A-Ying pagi itu juga berangkat dari rumah untuk mengunjungi makam orang tuanya. Diangkatnya keranjang yang cukup besar berisi makanan yang akan digunakan untuk sembahyang nantinya. Sengaja ia menumpang mikrolet dari rumah, karena sudah dipastikan akan kesulitan untuk memarkir sepeda motor bututnya di parkiran makam yang pasti penuh itu.
Sang kekasih A-Yang dengan setia menemaninya berjalan di samping, membawa satu tas berisi lailin, hio serta beberapa perlengkapan lain untuk menyiangi rumput di atas makam.

Seperti tahun lalu pula mereka berangkat dengan hati was was karena keamanan di makam saat Cheng Beng makin lama makin parah. Tak luput dari perkiraan, kali ini juga seperti itu. Mulai dari pintu masuk makam, anak anak kecil berkerubung minta dibagi uang receh. Setelah itu menyusul giliran orang orang tua. Untuk ini mereka telah mempersiapkan recehan logam yang cukup banyak untuk dibagikan.

Dengan susah payah A-Ying berdua melewati kerumunan orang dan sampai di makam orang tuanya, mereka mulai menata makanan untuk sembahyang. Beberapa anak muda yang berambut gondrong mulai mendekat beberapa di antara mereka membawa sabit, dengan memaksa mereka membersihkan makam.

Setelah secara sembarangan mengayun ayunkan sabit dan mencabut beberapa batang rumput, mereka pun minta imbalan. Terpaksa A-Yang pun mengeluarkan lembaran lima ribuan yang terselip di saku belakang jin nya. Tetapi anak anak muda itu malah berteriak teriak marah sambil mengumpat dengan kata kata kotor, “ Lima ribu rupiah, apa kamu kira kami ini pengemis, kami di sini bantu njaga makam tahu ! “. Terpaksa A Yang pun memberikan sisa satu satunya lembaran puluhan ribu yang ada. Begitu pun mereka masi pergi dengan mengomel-ngomel.

Di tengah kesibukan Aying dan A Yang menyiangi rumput dan menyapu kotoran di sekitar makam, segerombolan lain anak muda datang. Kali ini yang datang lebih banyak ada tujuh orang, penampilan mereka juga lebih menyeramkan, tato tengkorak di lengan kanan salah seorang dari mereka. Sama dengan gerombolan sebelumnya mereka pun memaksa untuk membantu membersihkan makam.
Tetapi karena makam sudah hampir selesai dibersihkan, ditambah lagi sudah tidak ada uang di kantong maka A Yang pun menolak dengan halus. Tetapi gerombolan ini tidak mau tahu, mereka malah minta ‘ uang keamanan’ , setelah ditolak mereka pun marah marah. Mendengar suara keras, dua orang Hansip pun mendekat, tetapi bukannya mereka menertibkan malahan mereka minta agar A Ying berdua memberikan uang secukupnya untuk mereka.
Karena benar benar telah habis uang yang dibawa, tentu saja A Ying berdua tidak dapat memberi uang lagi.
Kemudian gerombolan anak muda itu mengamuk, hio hio yang tertancap dicabuti, makanan yang ditata di depan makam dijarah, yang dapat dimakan dimakan, yang tidak disukai ditendang dan diinjak injak. Dengan bantuan dari kedua Hansip, A-Ying berdua dengan susah payah meninggalkan area pemakaman.

Malam makin larut, air mata telah menetes habis.
Kantuk mulai membuai, mengajak A Ying untuk tenggelam dalam tidur……yang jauh lebih damai.


Oddiezz
March 2004

Wednesday, July 4, 2007

haiku

Once I read some haiku.
Got lost in the net, and found a nice one,
juz like describing myself.

"Deep within the stream

the huge fish lie motionless

facing the current."


-Should try to write my own...someday.

Wednesday, June 27, 2007

A scene

“Mengapa selalu aku yang menceritakan semuanya kepadamu?
Aku telah bicara tentang kampung halamanku, masa sekolahku, keluarga ku, hampir semuanya.
Bagai sebuah buku yang terbuka lebar, untuk mu pembaca yang baik.”

Sang perempuan menatap lekat mata sang lelaki di meja makan,
di mana di hadapan terhampar pemandangan malam yang sangat mempesona.

Lelaki diam seribu kata.
Memandang empunya suara, yang tak kalah mempesonanya dengan pemandangan malam itu.

Tetap diam, sampai akhirnya hanya tersenyum lembut dan berkata, “Nanti ..nanti perlahan aku kuceritakan satu persatu kepadamu… bila kau masih tetap di sampingku.”

Terbawa oleh suasana yang romantis, angin malam bertiup sepoi yang menyegarkan, berjuta lampu kota menyala sepi tak bersuara.

Sang wanita pun mengangguk pelan, setuju, terbuai oleh suasana dan lembut senyuman kekasih.

Lelaki berpikir….
“Ceritamu membawa bahagia, kasih.
Tidak lah sama jika aku bercerita tentang masa laluku.
Yang mana hatiku tergores, berdarah kembali, tiap kali memikirkannya.
Kau takkan suka mendengarnya.
Aku bukan buku yang terkarang rapi oleh sang pengarang seperti kau menuturkannya.
tapi berbait puisi tak beraturan yang membingungkan.
Yang membuatmu bosan, jemu dan kecewa.
Telah mulai kususun perlahan cerita diriku dan kutempel di sudut gelap yang kau tak pernah kunjungi.
Andai kau sempat mampir, membaca dan mengartikannya sendiri.
Kau mungkin takkan bertanya.”


Saling melambai mereka berpisah menyudahi makan malam yang mesra.







Mojoville, June 2007.

-after watchin’ a good scene in ‘Corner with Love’, a Taiwan series.-

Saturday, June 23, 2007

Gang Makam

going thru...my old writing last nite....
wondering how could I come out with that kindda stuff :)

-------------------

Malam makin larut, dituntunnya sepeda motor tuanya melewati gang sempit menuju rumahnya.
Di sore hari masih diijinkan pengendara motor untuk menaiki motor melewati gang tersebut, tetapi sesuai dengan kesepakanan warga selepas pukul sembilan malam, semua motor harus dimatikan mesinnya dan dituntun supaya tidak mengganggu ketenangan warga beristirahat.

Kegiatan di Vihara lumayan sibuk, ia harus membantu memberesi kursi kursi yang disewa untuk para peserta ceramah biksu tamu dari Jakarta itu. Untunglah hari ini hujan tak turun seperti hari hari sebelumnya.

Sebentar lagi harus dilalui daerah gang yang bersebelahan dengan pekuburan itu. Setiap kali ia melewati daerah itu pasti bulu kuduk meremang, meski untungnya sampai sekarang masih belum dijumpai sesuatu yang aneh, tak urung cerita yang berulang kali didengar setiap kali mengobrol dengan anak muda sekampungnya terus melintas di benaknya,
mulai dari sosok tubuh wanita yang berwarna putih yang sesekali tampak melayang di antara pohon kamboja.

Ada juga anak muda yang minggu lalu pindah dari tempat kostnya di kampung itu lantaran saat ia berjalan pulang di sebelah pekuburan itu hampir terjatuh karena tersandung, setelah dilihat ternyata sebuah kepala manusia yang memandangnya dengan mata melotot.

Akhrinya dia mencapai bagian yang paling seram dari kampungnya itu, tetapi mulutnya masih berkomat kamit membaca Ratana Sutta, mencoba memancarkan Metta kepada semua makhluk, agar dirinya tidak diganggu seperti yang telah dialami oleh beberapa temannya.

Angin berhembus semakin dingin, setelah dirasakan ternyata yang berhembus, hanyalah di tengkuk lehernya saja, seperti……seperti ada seseorang yang sengaja meniup niup lehernya bagian belakang.
Lampu neon yang menyala temaram seakan tak mampu menguak tabir gelapnya malam. Tepat saat ia lewat di bawah lampu itu, tiba tiba lampu itu berkedip beberapa kali dan padam.
Karena mesin motornya tidak dinyalakan, hampir tak ada cahaya yang menerangi jalan di depannya, terpaksa langkah kakinya melambat.
Ditengoknya ke atas, bulan pucat yang hanya setengah itu pun juga sedang bersembunyi di balik awan yang tebal.

Seperti dikatakan orang, bila salah satu inderamu tidak berfungsi maka indera yang lain akan lebih peka.
Seperti orang buta, indera pendengaran dan perabaannnya akan menjadi lebih peka dari orang biasa.

Mungkin ini yang sedang terjadi padanya, karena gelapnya malam hampir seakan membutakan pandangannya, maka bunyi bunyi serangga malam terdengar makin keras, bunyi jengkerik, sampai seakan terdengar jelas kepakan kelelawar yang kebetulan terbang rendah di atas kepalanya.

Demikian juga dengan indera penciumannya, pertama tama tercium bau kecut keringatnya sendiri, teringat bahwa sejak tadi pagi sampai hampir tengah malam ini, dirinya masih belum sempat mandi lagi, bahkan karena sangat sibuk, mencuci mukapun tidak sempat.

Kemudian samar samar tercium bau sampah yang busuk, pasti pabrik pengolahan makanan ternak yang terletak lumayan jauh dari gang tempat tinggalnya lagi melepas udara busuk hasil samping dari proses produksinya.

Namun kemudian bau bau itu hilang semuanya tertutup oleh suata bau wangi yang cukup menyengat, bau bunga, bau bunga Kenanga, seperti bau dari salah satu merk cologne penyegar yang getol dipromosikan di TV untuk para gadis ABG, tetapi lebih menyengat, lebih menyerupai bau wangi yang tercium pada bunga, ya….bunga yang digunakan para pelayat untuk ‘nyekar’ , untuk ditaburkan di atas makam.

Sepeda motor tua yang dituntunnya terasa semakin berat, seakan ban rodanya kempis atau seakan……ada penumpang yang duduk di jok belakangnya.

Keringat dingin menetes deras di dahinya, setengah berlari ia menyeret sepeda motor tuanya.
Hembusan angin dingin di tengkuk belakangnya semakin sering, terasa seperti hembusan napas orang.
Bunyi jengkerik dan serangga lainnya hilang, sunyi senyap entah hilang ke mana. Hanya terdengar langkah sepatunya setengah terseret, napasnya yang terengah engah, tetapi semilir bau bunga itu terus menyelimutinya.

Akhirnya sampailah ia pada lampu neon penerangan jalan berikutnya, diayunkan kakinya lebih cepat ke dalam cahaya lampu itu , seperti ngengat terbang menuju cahaya lilin.
Begitu jalan gang tampak mulai terang di depannya, motor yang didorongnya terasa menjadi ringan, bau bunga Kenanga pun menghilang.

Diberanikan dirinya untuk menoleh ke belakang, tak tampak suatu apapun.
Dua puluh meter kemudian sampailah ia ke rumah kontrakannya, dengan tangan setengah gemetar dibuka kunci ruang tamu.
Ketika dia memarkir sepeda motornya di ruang tamu, tangannya terasa lengket saat menyentuh permukaan jok belakang.

Terhenyak dia duduk di kursi, saat dilihatnya jok belakangnya kotor….
lengket dengan tanah pekuburan yang masih merah,

seakan seseorang yang berlumuran tanah baru saja duduk di sana.

OddieZ
Mojoville, April ‘04

Tuesday, June 19, 2007

Dongeng Opo Maneh ( dongeng apa lagi)

Dongeng Opo Maneh.

Cinderella melirik sepatu kaca yang tinggal sebelah, setelah kekuatan sihir Sang Peri hilang kemarin malam semuanya hilang, baju pesta nan sexy, mahkota bertahtakan puluhan butir berlian, kereta kencana, kusir yang cakep cakep. Bahkan seperti diantisipasi sebelumnya Si Cindy(nama kerennya) secara diam diam melepas sebutir berlian dari mahkotanya untuk disembunyikan, ternyata pagi ini juga berubah menjadi sebutir kedelai, sh*t….sang peri seakan tahu akal busuknya…..weruh sadurunge winarah..’tahu sebelum terjadi’ begitu istilahnya menurut kepercayaan Kejawen yang belakangan ini didalami oleh Cindy.

Berdasarkan ilmu baru yang baru dipelajarinya itulah dia mencoba mendatangkan Sang Peri baik hati, setelah tapa mati geni 7 hari 7 malam, bertapa dengan berpantang menyalakan api untuk kepentingan apa pun – untung Cindy masih punya Microwave untuk dipakai, hingga bisa untuk menghangatkan masakan delivery…Pizza, Mc.D,etc. Diteruskan dengan tapa kalong selama 3 hari 3 malam, bertapa di atas pohon hanya dengan makan buah buahan, memang rumah pohon yang telah dibangun emang ga gitu asik tetapi mending ..lumayan comfy …setelah sofa Celini yang dipesen kemaren udah diantar terus juga abis dipasang AC 3/4 PK, lagipula maem buah buahan baik untuk dietnya saat ini, anggur Aussie, durian monthong, apel Fuji – Jepang, bagus juga untuk ngilangin lemak abis maem junkfood, TV diner juga seminggu berturut turut. Yang paling berat adalah di akhir ujiannya adalah tapa pendem selama 1 hari 1 malam, yaitu bertapa dengan dikubur dalam lumpur di mana leher ke bawah tidak boleh muncul ke permukaan, untunglah berkat kebaikan dari pemilik salon langganannya, Cin boleh memakai Spa – Mud semalaman dengan catatan kalo lumpurnya mengering dan tidak bisa lepas resiko ditanggung sendiri.

Memang kemunculan Sang Peri sungguh mengejutkan, karena tak dinyana untuk seorang Beginner yang mempelajari Kejawen dari buku “ Kejawen for Dummies” selama seminggu telah bisa memperoleh hasil seperti itu. Bagaikan seorang yang baru pegang PC sudah bisa menghack sitenya E-Gold, bukan BCA lho…soalnya kalo yang ini emang gampang meskipun udah pake key segala macem. Yang paling asik saat pesta dansa tadi malem di mana banyak kali peserta sudah On, maklum yang punya gawe khan pangeran sendiri, jadi para polisi (pamong praja) maupun intel (punakawan) samasekali tutup mata (as usual kalo angpao dari empunya diskotik lancar), setelah menyuap MC dari event organizer yang lagi naik daun itu, akhirnya Cind punya kesempatan untuk mendekati Sang Pangeran. Dalam waktu sempit itu ia sempat menggunakan sumpit..eh menggunakan ajian Pengasih Ratu Bojong, seperti tercantum dalam buku manual, chapter ke 13.( karena takut lupa udah bikin kerepekan di punggung tangan, untung dari kejauhan tampak seperti tatto India ..kaya punya Madonna itu lho). Weleh tahunya si Pangeran ngikut terus ama dia, ga tau karena ajiannya berhasil atau mungkin karena baju pesta yang didesain ama Si Peri terlalu sexy, dengan potongan leher yang rendah, dengan kain elastis yang ketat serta tipis, menampakkan …..(tidak bisa didescribe lebih lanjut dengan pertimbangan akan disensor abis nantinya, untuk yg pengin tahu lebih lanjut gimana jelasnya silahkan hubungi pengarang)

Anyway…… pesta semalam sukses pol, tapi celakanya pagi ini Cindy tidak inget jelas apa yang terjadi setelah Sang Pangeran mengajaknya disko Asereje. Apa mungkin….Bloody Mary yang diminumnya kemaren telah dikasi obat ama Si Pangeran waktu dia ke belakang. Ah.. positive thinking aja….paling paling juga khasiat sihir Sang Peri abis dan ia tersedot kembali muncul di atas ranjangnya.

Telepon yang anda tuju sedang di luar jangkauan, Cobalah beberapa saat lagi. Sudah beberapa kalo no HP Si Pangeran dicoba utk dihubungi tetapi selalu saja tidak berhasil. Memang kok istana gitu gedhe kok ga dipasangin repeater biar signal HP kuat, di dalam Mall aja bisa. Pokoknya ntar kalo udah jadi permaisuri pasti itu yang gua beresin dulu, janji Cindy dalam hati, kalo ga bakal berabe….anak anak pada ga bisa cari gua ngerumpi dong…….

Mojoville, Mei 03

Thursday, June 14, 2007

This world is a gigantic PUJASERA

You are what you eat.

Thus, dunia ini adalah sebuah pujasera raksasa.

I am just a simple nasi goreng kepiting.

She is a complicated french cuisine.(nitpicking is her way of life)

He is just a rujak cingur petis with 3 lombok.(smells strong, very hot, and don't give a damn), or maybe he's juz a sweet cold red es campur.

She is a bakso maniac, cheap one with may flours in it :).
which often dreams of nice fried kue tiau.

My daughter is a Zaru soba (cold green noodles with soy sauce, so simple :)

But I'm also
an fried oyster with egg, no matter ala penang or ala taiwan,
nasi buk madura (sold in Malang),
soto lamongan with lots of jeruk nipis and koya(fried garlic and coconut)
peking roast duck,
hongkong style roast duck,
steaming bowl of oxtail soup,
black soup of rawon iga.
cheese cake which melts nicely in your mouth.
sometimes also the stinky tofu. (hiks, missed it so much)

A friend asked me once, which food I don't like.
Makes me quiet for such a long time, thinkin' so hard.
( biasa melarat sih, must eat everything to survive )

So who am I , actually, in this Gigantic Pujasera ?

Ever wondering which food r u ?

Friday, June 8, 2007

Takdir

A good friend just mailed me this article, nice one..
thiz iz da translation :)

Hope it can be helpful for all the broken-heart people out there.

Seorang pelajar telah menentukan hari pernikahan dengan tunangannya.
Hampir tiba waktunya, ternyata si tunangan menikah dengan orang lain.
Sang pelajar mendapat pukulan berat, dan jatuh sakit.
Keluarganya mengupayakan berbagai cara, tapi dia tak kunjung sembuh.

Saat itu, lewatlah seorang pendeta pengembara,
setelah tahu peristiwa sakitnya sang pelajar, ia berusaha memberi sedikit pencerahan.
Pendeta itu berdiri di depan ranjang, serta mengeluarkan sebuah cermin dari buntalannya, serta menyuruh pelajar itu untuk melihat ke dalam cermin itu.

Si pelajar melihat sebuah lautan yang luas, ada mayat seorang perempuan telanjang yang terdampar di pantai.

Seseorang berjalan lewat, melihat wanita itu sejenak, menggeleng-gelengkan kepala sejenak kemudian berjalan pergi....

Seorang lainnya pun lewat, ia melepaskan bajunya serta menutupkannya ke atas tubuh wanita itu dan ia berjalan pergi...

Lewat lagi seorang lainnya, menggali lubang serta dengan hati-hati menguburkan mayat perempuan tadi.

Terlena sejenak, pemandangan berganti dengan gambar tunangan sang pelajar sedang melangsungkan pesta pernikahan dengan suaminya.

Si pelajar tak mengerti.
Sang pendeta menjelaskan,"Mayat perempuan itu adalah bekas tunanganmu di kehidupan lalu. Kamu adalah orang yang kedua yang melepas baju untuk ditutupkan padanya. Karena itu di kehidupan ini kalian bisa membina sepotong kasih, disebabkan oleh perbuatan baikmu itu.
Tetapi suaminya sekarang adalah orang terakhir yang menguburkannya, ia lah yang harus dibalas budinya sepanjang hidup oleh bekas tunanganmu itu."

Sang pelajar menjadi terbuka pikirannya, bangun dari ranjang dan sembuh dari penyakitnya.

Thursday, June 7, 2007

Torture.

Kuikat tubuhnya erat erat di kursi kayu nan keras.
Mulutnya yang tertutup erat dengan selotip warna coklat, tak kuasa berbunyi.
Mata membelalak liar, marah bercampur takut,
menatapku yang tengah membelakanginya.
Sebilah pisau silet yang tajam, sepiring kecil garam dapur, sebuah jeruk nipis.

Hmm, lagi dipertimbangkan, setelah luka terbuka,
mana yang lebih perih, menyebarkan jeruk nipis, atau menyebarkan garam.

Mereka bilang daerah yang paling sakit saat dikerat adalah bagian telapak tangan yang berada di antara jari jari tangan,
Ataukah daun telinga yang bertulang rawan.
Kukira semua perlu kucoba.

Perlahan kudekatinya dari depan supaya terlihat jelas mukanya yang meronta panik, dengan butir-butir keringat dingin memenuhi pelipis.
Dan celana yang telah berwarna gelap di selangkangan karena basah terkencing.

Kuangkat tanganku
dan kugosok kedua telapak tanganku dan kutempelkan ke mukaku.
Kuhembuskan napas panjang, dan perlahan kubuka kedua mataku,
kuuruskan kedua kaki dari posisi bersila, sambil
menarik diri dari kembali ke alam nyata kembali dari khayalanku ini.

Setidaknya aku masih punya kesabaran pada orang yang tanpa ijin mengkotak katik komputerku tadi.

just wondering…. jika akhir kesabaran telah terlampaui?


OddieZ
Mojoville, 7th June 2007
still in tranquility.

Tuesday, June 5, 2007

PIGs

Pigs

A farmer had five female pigs and, as times were tough, he had determined to take them to the county fair and sell them. While at the fair he met another farmer who owned five male pigs.

After talking a bit, they decided to mate the pigs and split everything 50/50. Now the farmers lived sixty miles away from one another, so they each agreed to drive thirty miles and find a field in which to mate their pigs. The first morning, the farmer with the female pigs got up at 5 a.m., loaded the pigs into the family station wagon (which was the only vehicle they had) and drove the thirty miles.

While the pigs were mating, he asked the other farmer, "How will I know if they are pregnant?" The other farmer replied, "If they're in the grass grazing in the morning, then they're pregnant, but if they're rolling in the mud, then they're not."

The next morning they were rolling in the mud, so he hosed them off, called the other farmer, loaded them again into the family station wagon and proceeded to try again. The following morning, in the mud again! And the next morning, MUD again!

This continued all week until the farmer was so tired that he couldn't get out of bed. He called to his wife, "Honey, please look outside and tell me if the pigs are in the mud or in the field grazing." The wife looked out the window and then yelled back. "Neither. They're in the station wagon and one of them is honking the horn."

Monday, June 4, 2007

NOT a scary story

People mailed me, they said my stories are too stupid.

The ghost is so fake.
It’s not scary, stupid even.
The pale ghostly images, who have bluish ring around their eyes, seems more like drowned corpse, which floats around, is no longer scary.

I just reached out to my not-so-cold glass of beer.
Took a big gulp and stared at the dim monitor of my white laptop.
Wondering whether I should keep writing.

The white pale shadow of a young boy crouching at the corner of my bedroom kept staring at me and grinned shyly.

How can they say it is not so scary?


Oddiez
Mojoville, June 4th 2007, 00:03 am

Alphabet of our life

Comes to my thinking tonight.

Setiap orang pasti mempunyai alphabetnya sendiri, dari A sampai Z.

Setiap huruf untuk nama seseorang yang berarti bagi kita, seseorang yang pernah berarti bagi kita, atau mungkin seseorang yang masih belum muncul dalam hidup kita.

Mungkin juga mungkin ia belum menemukannya atau telah kehilangannya.
So he is missing the letter, but he will find it again sooner or later.

Setiap huruf memberi arti cinta, gembira, kasih, cemburu, sakit hati, dendam dan kenangan lainnya..

Kucoba mengenang mulai huruf A, siapa si Anu, jejak apa yang telah ditinggalkannya di dalam hidupku, kucatat dalam harian tak tampak di dalam hati.

Kadang sampai suatu huruf kutersenyum sendiri mengenang betapa si orang dengan nama berhuruf dengan itu telah meninggalkan kenangan yang menyenangkan, tetapi kulanjutkan dengan senyum kecut, karena sekarang ku tak tahu ke mana menghilangnya makhluk tersebut.

Atau mukaku sampai merah padam penuh dendam mengenang si anu yang sampai sekarang masih berkeliaran dengan pe de nya. Ugh I wish I had enough cruelty to ruin him.
Tetapi setelah beberapa saat, I come to my senses again and thankful that I didn’t do it, which it will bring me down as low as him.

Sampai ke huruf yang lain, aku tersenyum dan merasa bahagia bahwa dia masih di sini, menemaniku setiap hari.

Mulai memikirkan siapa saja yang ada dalam daftar alphabet mu ?

When u got trouble on Z, maybe u can put me in.



Mojoville, 3rd almost 4th June 2007.
Z.

Monday, May 28, 2007

Pain

"There's only one thing to say about pain, it hurts"

-- Zeke Willey --


Oh, could not more than agree, almost fainted last night, I guess...

Saturday, May 26, 2007

The Army of Darkness

Sensual passions are your first army.

Your second is called Discontent.

Your third is Hunger & Thirst.

Your fourth is called Craving.

Fifth is Sloth & Drowsiness.

Sixth is called Terror.

Your seventh is Uncertainty.

Hypocrisy & Stubbornness, your eighth.

Gains, Offerings, Fame, & Status wrongly gained,
and whoever would praise self
& disparage others.

That, Namuci, is your army,
the Dark One's commando force.

A coward can't defeat it,
but one having defeated it
gains bliss.


- Padhana Sutta -

Friday, May 25, 2007

urge to kill

Kuambil pisau lipat yang selalu kukantongi, diam diam kuhunuskan sisi pisau
yang selalu kugosok mengkilat tiap hari.


Sebentar lagi ia akan lewat di sini.

Seperti pagi pagi lainnya, tidak mungkin salah, tidak mungkin, karena selama
sepuluh tahun aku membunuh untuknya.

Ia selalu lewat sini setelah waktu pulang.

Kali ini kubuat menjadi terakhir kalinya.

Kemarin sore setelah semua orang pulang, ia memanggilku, pergilah kau ke
negara lain, tak dibutuhkan kau lagi di sini.

Tak kusangka sama nasibku dengan beberapa rekan yang menghilang belakangan
ini.

Kuelus pisau belati yang tersimpan dalam kantong.

Terlalu enak baginya jika kupakai belati itu.

Pisau saku biru yang kecil tapi jauh lebih tajam, karena kuasah tiap hari akan
membuatnya lebih menderita.

Luka kecil, tipis, yang dalam akan membuatnya mencucurkan lebih banyak darah.

Seperti kupelajari dari pengalamanku, tusukan pertama di lambung, akan
mencucurkan air lambung, korban pasti akan tercenung kaget dan secara cepat
menjemput ajal.

Tusukan kedua harus dilakukan dengan cepat ke arah tenggorokan untuk
membungkamnya.

Huh, sebenarnya aku harus langsung melakukan tusukan kedua, untuk
memastikan ia tidak akan sempat berteriak, tetapi harus sekaligus memotong urat
nadi di tenggorokan.

Dengan begitu darah akan muncrat sehingga secara cepat ia akan kehabisan
darah.

Jika ada orang lain yang mendekat, aku dapat meninggalkannya pasti dalam
keadaan menunggu ajal tanpa harus melakukan sayatan lainnya.

Tetapi kuharap tempat ini tetap sepi, seperti hari hari lainnya.

Terbayang korban-korbanku yg jatuh hanya karena perintahnya.

Kuelus ujung pisau saku biru yang kuasah semalaman.

Bunyi sepatu kulit hitamnya telah terdengar sayup mendekat.

Senyumku melebar di bibir yang kering ini..

Ia datang ….

Wish me luck...



OddieZ,
Midnite 29 April, Mojoville

Thursday, May 24, 2007

Makhluk Pemangsa

Ziing….
ugh.. hampir saja pisau celurit itu menyambar lehernya.

Si berewok yang satu ini lumayan lihai juga memainkan sepasang celurit di tangannya.
Iyah sepasang, tak umum memang, biasanya pendekar asal Madura hanya mengandalkan sebuah saja, pasti dia pernah juga menimba sedikit ilmu di negeri seberang.

Di antara para pedagang sapi yang mengeroyoknya, si berewok yang paling berani menyerangnya di posisi terdepan.
Beberapa orang bahkan mengurungnya dari kejauhan sambil mengayunkan celurit mereka tanpa berani mendekat.

Sudah beberapa kali ia berusaha menjelaskan bahwa ia tidak ada hubungannya dengan sapi pedagang yang belakangan ini lenyap, untuk kemudian ditemukan sisa bangkai berupa sedikit tulang berbalut kulit.

Tapi para pedagang dan peternak yang kebetulan berkumpul itu sudah gelap mata, terlalu curiga untuk menerima kehadiran seorang asing di waktu seperti ini.

“Huh, orang orang desa ini tak tau diuntung”,pikirnya,”Sudah berbaik hati aku mau memberitahu makhluk macam apa yang sedang mereka hadapi, malah menuduhku jadi biang keladi peristiwa ini.”

Diayunkan batang kayu pemikul bajunya menyambut senjata yang mendekat.
Trang ..trang…senjata yang bertemu dengan batang kayu langsung mental, beberapa malah terlepas dari pegangan pemiliknya.

Muka si berewok makin merah, marah, melihat beberapa temannya memunguti celurit yang jatuh sambil menggosok telapak tangan mereka yang nyeri.

Dilihatnya beberapa orang berlari menjauh ke arah desa.
Ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi, betapa pun tinggi ilmunya, orang sedesa bukan lah lawan yang enteng, dan pasti korban jiwa tak terelakkan.

Dua kali kibasan tongkat setinggi lutut, berputar tiga ratus enam puluh derajat di sekelilingnya membuat para pengeroyok berteriakan kaget sambil melompat mundur.

Ia meneruskan gerakan tubuhnya menjadi berjongkok rendah, direnggutnya segenggam rumput, dilemparkan ke seluruh penjuru.
Dengan pengeraahan tenaga dalam yang terkontrol, potongan potongan rumput melesat di udara ke arah pengeroyoknya bagai jarum jarum tajam.
Tetapi dengan tenaga yang tidak terlalu tinggi rumput tersebut hanya merobek baju dan menembus sedikit di bawah kulit, cukup membuat orang orang yang terkena menjerit-jerit kesakitan sambil berlarian.
Sedang lainnya ikut semburat lari, kaget mendengar temannya berteriak disertai darah yang mengucur di sana sini.

Si berewok juga berteriak sakit bercampur marah, di lengannya yang berotot menancap beberapa helai hijau rumput.
Meski kedua celuritnya tidak sampai lepas, dia juga harus melompat mundur untuk menghindar luka yang lebih parah.

Dengan langkah pelan tapi panjang, ia mengerahkan ilmu peringan tubuh Mengapung di awan, dalam beberapa ayunan langkah, ia sudah puluhan tombak jauhnya dari pengeroyoknya.

Hmm, sungguh sebagian orang tidak tau diuntung,
Setidaknya ia sudah memberitahu bagaimana mereka harus menjebak makhluk itu, sebelum para ternak habis, dan anak kecil serta bayi mulai dimangsa..seperti di desa sebelah.

Langkah pelannya membuatnya seakan melayang rendah, menjauh memasuki hutan, dengan sinar mentari sore yang meredup membelai rambutnya.

Oddiez,
May 2007.

Wednesday, May 23, 2007

EQ makes ur day.

Someone sent me this, a good EQ story

一大早,我跳上一部計程車,要去台北郊區做企業內訓。

因正好是尖峰時刻,沒多久車子就卡在車陣中,此時前座的司機 先生開始不耐地嘆起氣來。
隨口和他聊了起來:「最近生意好嗎?」
後照鏡的臉垮了下來,聲音臭臭的:「有什麼好?到處都不景氣,你想我們計程車生意會好嗎?每天十幾個時,也賺不到什麼錢,真是氣人!」
嗯,顯然這不是個好話題,換個主題好了,我想,於是我說:「不過還好你的車很大很寬敞,即便是塞車,也讓人覺得很舒服?」


他打斷了我的話,聲音激動了起來:「舒服個鬼!不信你來每天坐12個小時看看,看你還會不會覺得舒服!?」
接著他的話匣子開了,抱怨政府無能、社會不公,所以人民無望。

我只能安靜地聽,一點兒插嘴的機會也沒。


兩天後同一時間,我再一次跳上了計程車,再一次地要去郊區同一家企業做訓練,然而這一次,卻開啟了迥然不同的經驗。


一上車,一張笑容可掬的臉龐轉了過來,伴隨的是輕快愉悅的聲音:「你好,請問要去哪?堙H」
真是難得的親切,我心中有些訝異,隨即告訴了他目的地。
他笑了笑:「好,沒問題!」



然而走沒兩步,車子又在車陣中動彈不得了起來。
前座的 司機 先生手握方向盤,開始輕鬆地吹起口哨哼起歌來,顯然今天心情不錯。


於是我問:「看來你今天心情很好嘛!」
他笑得露出了牙齒:「我每天都是這樣啊,每天心情都很好。」
「為什麼呢?」我問:「大家不都說景氣差,工作時間長,收入都不理想嗎?」
司機先生說:「沒錯,我也有家有小孩要養,所以開車時間也跟著拉長為 12個小時。

不過,日子還是很開心過的,我有個祕密?」


他停頓了一下:「說出來先生你別生氣,好嗎?」


當然好,只要是快樂的祕密,我這個念過心理學的都感興趣。


他說:「我總是換個角度來想事情。例如,我覺得出來開車,其實是客人付錢請我出來玩。像今天一早,我就碰到像你這樣的先生,花錢請我跟你到陽明山去玩,這不是很好嗎?等下到了陽明山,你去辦你的事,而現在是花季,我就正好可以順道賞賞花,抽根菸再走啦!」


他繼續說:「像前幾天哦,有一對情侶去淡水看夕陽,他們下車後,我也下來喝碗魚丸湯,擠在他們旁邊看看夕陽才走,反正來都來了嘛,更何況還有人付錢呢?」



漂亮!多精采的一個祕密!


我突然意識到自己有多幸運,一早就有這份榮幸,跟前座的EQ高手同車出遊,真是棒極了。

又能坐車,心情又開心,這樣的服務有多難得,我決定跟這位 司機 先生要電話,以後再邀他一起出遊。



接過他名片的同時,他的手機鈴聲正好響起,有位老客人要去機場,原來喜歡他的不只我一位,相信這位EQ高手的工作態度,不但替他贏得好心情,也必定帶進許多生意。


快樂其實是一種習慣


心理學家發現,快樂其實是一種習慣,不論環境怎麼變,EQ高手的快樂決心是不會改變的。


當我們能換一種心態去看待自己的工作,並帶著遊戲般的愉快心情面對工作,你會發覺自己的內在能量強大許多,抗壓應變的功力也因此大為增進,而這,也正是貫徹快樂決心的漂亮做法。


我自己就常覺得,工作其實是一種偽裝,讓我有很好的藉口及機會,能因著演講及各種活動,去認識許許多多有趣精彩的人,這不是很過癮嗎?(更何況,往往還有人付錢呢!)。


如果您收到別人分享給您的好文章,不要吝嗇,您也可以繼續分享給好友,請別忘我這一份喔。



當我們用心對人時,有心人將以熱情回報妳,希望我們都是用心的人,也是有心的人 。

Tuesday, May 22, 2007

Bulan Arwah

Bulan pucat…langit tidak berbintang. Bulan tujuh di penanggalan Cina dianggap sebagai bulan arwah gentayangan, di mana pintu antara dua dunia berbeda terbuka dan banyak arwah yang bisa menyeberang ke alam fana. Tepat pertengahan bulan biasanya diadakan sembahyangan besar khusus untuk menjamu arwah arwah tersebut agar tidak mengganggu kehidupan manusia. Ini adalah sepenggalan tradisi kuno yang masih dipercayai sebagian masyarakat Cina.

Malam itu Xiao Yu, seorang perawat yang bertugas di rumah sakit Chang Rung di kota Tai Chung, berkemas pulang setelah bekerja lembur hampir duabelas jam lamanya, karena kebetulan rekan kerjanya sedang sakit.
Karena harus bekerja hampir seharian hari itu dia tidak sempat untuk ke kuil untuk mengikuti sembahyang pertengahan bulan yang hampir selalu diikutinya setiap tahun.

Arloji perak mungil di pergelangan tangannya menunjukkan hampir pukul 10 malam, diliriknya ujung jalan perempatan sekitar 200 meter di depannya, masih sepi, belum terdengar deruman sepeda motor sang kekasih yang berjanji akan menjemputnya sepuluh menit yang lalu.

Telah tiga tahun mereka berhubungan, kali ini seakan Xiao Yu menemukan pangeran pujaan hati yang sangat cocok dengan impiannya selama ini, yang selalu setia mengasihinya, meski di segi materiil masih sangat terbatas untuk seorang lulusan universitas yang baru terjun ke masyarakat. Dari kejauhan mulai terdengar suara sepeda motor mendekat, Xiao Yu hampir pasti bahwa si dia lah yang datang, karena di malam selarut ini memang tidak banyak kendaraan yang lalu lalang di jalan. Sebentar kemudian sebuat Honda otomatis, 50 cc, kendaraan yang paling populer di jalanan di Taiwan ini, juga karena harga yang terjangkau,mendekat.

Tubuh kekar yang berbalutkan jaket hitam dan helm teropong tidak menampakkan sama sekali rupa pengemudi sepeda motor biru itu. Tetapi tanpa ragu Xiao Yu mendekat, menyapa dan langsung naik ke boncengannya, dipeluknya tubuh sang kekasih, terasa kehangatan tubuh dan bau harum khas after shave yang telah sangat hapal di benaknya. Apartement kecil kontrakan Xiao Yu hanya berjarak 20 menit dari rumah sakit tempat kerjanya, sedang tempat tinggal sang kekasih adalah 15 menit di arah yang berlawanan, sehingga setelah mengantar Xiao Yu pulang, si dia masih harus menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk sampai ke rumahnya, dalam hati Xiao Yu merasa cukup bersyukur memiliki kekasih yang penuh pengertian ini.

Sepanjang perjalanan mereka tak bersuara, hanya sepasang tangan mungil Xiao Yu menggenggam erat pinggang si dia, mencoba membagi kehangatan tatkala mereka berdua menerpa angin malam yang cukup sejuk..bahkan agak dingin menembus kehangatan malam. Tak terasa mata Xiao Yu mengantuk..kelopak mata sangat berat hampir tak bisa terbuka.

Pagi hari, hampir jam sembilan baru Xiao Yu menggeliat bangun di ranjangnya yang empuk, anehnya hampir tidak dia ingat kejadian setelah dia mengantuk di boncengan kekasihnya malam kemarin, mengapa tiba tiba terbangun sudah di atas ranjangnya sendiri

Diraihnya telepon, dipencet nomor HP kekasihnya yang seharusnya sekarang sedang bekerja di kantornya, lima deringan berlalu tanpa ada yang mengangkat….hampir ditutupnya telepon hingga ada suara seorang wanita yang menjawab” Wei (Halo)…” serak serak basah seakan habis menangis.

Suatu perasaan aneh menyelimuti hati Xiao Yu saat ia mengenali bahwa itu ada suara ibu kekasihnya.

Bingung…linglung…tak mampu berkata apapun…saat Xiao Yu mendengar berita buruk yang telah menimpa kekasihnya sore kemaren, bagaimana sepeda motornya selip dan ditabrak taxi dari belakang, dan si dia terbaring koma di rumah sakit sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 7 malam kemaren.

Si diakah yang tetap menjemput Xiao Yu pulang kemarin? Menyeberang pintu dua dunia yang masih terbuka untuk terakhir kalinya menjemput sang kekasih tercinta, terakhir kali berpamitan…..Tak kuasa berpikir lebih lanjut, Xiao Yu terduduk menangis tersengguk, teringat jelas bau harum khas after shave yang telah lekat di benaknya saat dia memeluk kekasihnya erat malam kemarin.


Mojoville, October 2002

Monday, May 21, 2007

The heart

Friends

Nothing is as intractable as an untamed heart.
The untamed heart is intractable.

Nothing is as tractable as a tamed heart.
The tamed heart is tractable.

Nothing tends toward loss as does an untamed heart.
The untamed heart tends towards loss.

Nothing tends toward growth as does a tamed heart.
The tamed heart tends towards growth.

Nothing brings suffering as does
the untamed, uncontrolled unattended and unrestrained heart.
That heart brings suffering.

Nothing brings joy as does a
tamed, controlled, attended and restrained heart.
This heart brings joy.



~~Anguttara Nikaya~~

Saturday, May 19, 2007

Kembali ke harmoni.

Seekor lalat di tengah mangkuk sup buntut yang mengepul lezat.

Sebatang duri di tengah bakso ikan yang kenyal.

Sebutir pasir di tengah gumpalan nasi pulen hangat.

Mengganggu..memecah harmoni.


Seperti sebongkah, di kandung kemihku, menanti tuk keluar.

Friday, May 18, 2007

nothing to know

To know that there is nothing to know,

and to grieve that it is so difficult
to communicate this "nothing to know" to others.

This is the life of Zen.

this is the deepest thing in the world.

Zen's thing

A samurai once asked Zen Master Hakuin where he would go after he died.

Hakuin answered 'How am I supposed to know?'

'How do you know? You're a Zen master!' exclaimed the samurai.

'Yes, but not a dead one,' Hakuin answered.

Monday, May 14, 2007

linkin park ....

.......
i've
become so numb
i can't feel you there
become so tired
so much more aware
i'm becoming this
all i want to do
is be more like me
and be less like you
....

Friday, May 11, 2007

The coffee is really good

Can't resist the temptation.

During long waiting hours in the waiting room last night in the hospital, I started to consume the coffee book.

Really nice. Best than the fresh brewed Starbuck, I usually buy.

Thursday, May 10, 2007

no update

No update is an update.

Is it time to buy USD yet ?

Is it time to go to Canada yet ?

Anybody knows about the Na2CO3 purifier and how much does it cost ?

all stressed out and no one to choke.

Wednesday, May 9, 2007

Afraid of coffee

Kudekap buku kecil berwarna coklat, berjudul kopi, berwarna kopi.
Sungguh pas untuk dibawa sambil menunggu giliran di rumah sakit ini.
Tersenyum sendiri membayangkan jika kubawa buku tentang ksatria jawa karangan Arswendo yang tebalnya melebihi kamus itu.

Belum kubaca buku berwarna seperti kopi yang sudah seminggu kubeli itu.

Takut...takut kalo nanti tulisanku sendiri berbau kopi, berasa menyerupai kopi.

Meskipun sungguh terpancing rasa ingin tahu, kopi rasa apa yang kali ini diseduh olehnya di buku ini.

Kukembalikan koran yang dijepit di pegangan kayu itu kembali ke rak tempat persemayamannya semula.
hmmm..nothing more to read.

Jari jari mulai membalik halaman pertama, di mana namaku telah kutorehkan hari pertama kubeli buku ini.

Tiba giliranku, namaku nan panjang bergema di seantero ruang tunggu.
Hmm not quite right the pronounciation, but well... don't think anybody has similar name.

Kututup kembali buku kopi, mungkin kali lain kubaca.

Setidaknya untuk sementara kuseduh kopiku sendiri.



-Z-

Monday, May 7, 2007

As sick as a dog

Lots of time I forget that good health is my most expensive treasure. (even though I have my precious 4 years old treasure at home).

But not last night, laying there as sick as a dog, sweating all over, need to change T-shirt.

No strength left what so ever, to start-up my compt, not to mention writing any stupid stories.

Need to gulp water as much as possible.
Picturing myself as some kind of alien that arrived on earth from an oceanic planet, so he has to drink water all the time (or bathe), otherwise he will die.
Hmm...should bring my towel, I should try bathing once every hour, maybe it helps.

Gotta go, gotta get some more water from the drinking machine...otherwise I will go back to my planet quite soon.

Saturday, May 5, 2007

Language Lesson

Hokkien is easy. Just remember:
>
> Children is gina kia
>
> Bird is chiao kia
>
> Korean Car is Kia
>
> Give birth is seh kia
>
> Furniture is Ikea
>
> Police is mata kia
>
> Small house is chu kia
>
> Country name is Czechoslovakia
>
> Puppy is kao kia
>
> Kitten is ngiao kia
>
> Chicken is kuey kia
>
> Pig is tu kia
>
> H/phone is nokia
>
>
>
> I'm Hokkien kia,
>
> Malay is huan kia
>
> Hindu is kit leng kia
>
> Kuai lou is ang mo kia
>
> Chinese is t'ng lang kia
>
> Japanese is jit pun kia
>
> Bad Guy is phai kia
>
> Good Guy is ho kia
>
>
>
> Person who reads this post is gong Kia
>
>
>
> If you laugh, you are Siow Kia

Mat Pithi's - One day at IndoNgampret

Siang mau, mari mangan Mat Pithi bareng kancane numpak Phanter mampir
sedilut nang IndoNgampret.

Mat Pithi melok ae mudhun, padahal sing kate tuku rokok dudhuk iku kancane,
dudhuk awake dhewe.

Pas nang kasir kethok arek enom, lengene tatoo-an, rambute gondrong
dikriting modele koyo kue plintiran cilik-cilik,koco moto irengan ( padahal
cuacane mendung, wes udan gerimis maneh, heran...nek nyetir motor moso iso
kethok ), ngemut rokok, siap-siap ate diurupno.
Arek enom iku terus eker-ekeran karo Mbake sing jogo kasir.
Mat Pithi sing iseng iseng ndolek permen Mendhos ndek pinggire kasir melok
ngerungokno.

Mbake ngomong,"Mas tolong ojo ngerokok ndek njero, soale wonten AC ne ".
Arek enom e njawab karo ngotot, " Koen iku yok opo ! Wong ndek kene ono
dodol rokok kok ora oleh dirokok ndek kene. "
Mbak e kethok arek gondrong iku njawab karo bentak bentak ngono, wes
langsung mingkem-kem ora wani muni maneh.

Teko pinggir Supervisore njawab," Mas... mas... ndek kene yo ono dodol
kondom . Tapi podho ae ga oleh dikanggo ndek njeroe toko ".

Arek enome sing ganti meneng, ora iso njawab, terus langsung ae nelunyur
metu.

Mat Pithi sing ndek pinggir ngerungokno sampe melok cengangas cengenges,
sampe keliru ga njumuk permen Mendhos tapi njumuk permen
Wong-Mancing(Piserman).


- Plagiarism is the sincerest form of flattery -

some jokes ^_^

‧ 老公外遇***
甲婦:「如果妳的老公有外遇,妳會怎麼樣?」
乙婦:「我會睜一隻眼,閉一隻眼。」
甲婦:「喔!妳這麼大方!」
乙婦:「不,我是要用槍瞄準他。」
====================================
沒穿胸罩***

甲:「我帶你去一個全部女生都沒有穿胸罩的地方。」
乙:「真的嗎?在哪裡?快帶我去!」
甲:「就在隔壁的幼稚園!」
====================================
男職員向女主管請假......
男職員:「經理,我想請假去向我女友求婚。」
女主管:「(鄙視)難道你沒有聽過婚姻是愛情的墳墓?」
男職員想了一想....。
男職員:「那我把事假改成喪假。」
=====================================

Friday, May 4, 2007

Found today

"It is always a silly thing to give advice, but to give good advice is fatal " - Oscar Wilde -

"Life is like riding a bike. To keep your balance you must keep moving." -- Albert Einstein

Excited

First, it's kindda excited to have my 'own' blog.

Then, comes up later, what should I write everyday to my faithful fans...or disciples hehe.

So, in the mean time, enjoy my old works :)

With Metta.

Thursday, May 3, 2007

Kolam Renang

Anggukan dari gadis penjaga counter menyambutku di kolam renang. Dari raut wajahnya yang lelah dapat disimpulkan bahwa tadi seharian pasti kolam renang penuh. Sehingga dia harus bekerja tak hentinya. Meski dia tetap dengan sopan menyapaku, sorotan matanya yang capek masih tetap tersirat dengan jelas.

Memang aku sengaja memilih malam hari untuk pergi berenang, di samping memang karena aku adalah seorang pegawai yang bekerja seharian, juga karena kolam lebih sepi, lebih leluasa untuk berenang di kolam yang ukurannya cukup kecil itu tanpa harus terus menghindar dari tabrakan dengan perenang lainnya. Suatu perasaan yang santai juga terasa jika aku berenang sendirian sambil berkhayal bahwa itu adalah kolam pribadiku.

Tetapi sebenarnya ada satu alasan lain mengapa aku memilih malam hari di mana sangat sedikit pemakai kolam, yaitu dengan begitu aku lebih leluasa menjalankan latihan dari ilmu pernapasan yang baru saja aku pelajari. Memang sedari dulu salah satu hobiku adalah mempelajari berbagai ‘ilmu’, berbagai buku telah kubaca dan beberapa orang telah pernah menjadi ‘guru’ ku. Memang bukan benar benar guru karena aku memang tidak pernah secara resmi menjadi murid, membayar uang sekolah atau les, masuk ke perguruan atau padepokannya, melainkan semuanya hanya karena takdir.
Suatu takdir yang sederhana dalam kehidupan, di mana dua manusia yang tidak saling kenal kebetulan bertemu di suatu tempat, berbincang bincang, bertukar pikiran, dari sinilah aku banyak bertemu dengan ‘guru’ku.

Seperti minggu lalu saat ku makan malam di warung kecil di sebelah rumah kos ku. Ada seorang bapak tua,berpakaian hitam-hitam, dengan ikat kepala dari kain batik, duduk diam di ujung bangku memperhatikan aku menyantap nasi rawon kegemaranku. Setelah aku selesai, barulah dia tersenyum menyapaku.
Setelah basa basi beberapa saat, barulah aku menyadari bahwa gelas kopi di tangannya selalu mengepul, seakan baru saja diseduh dengan air mendidih, padahal kami sudah lebih dari sepuluh menit bercakap cakap. Setelah kucoba berkonsentrasi beberapa saat akhirnya bisa ku’lihat’ bahwa tangannya yang keriput dengan kuku yang agak menguning terkena nikotin rokok kretek yang dihisapnya itu, mengalirkan hawa merah menyelimuti gelas kaca berisi kopi itu, membuat kopi itu selalu panas mendekati titik didih, mengingatkanku pada penghangat kopi elektrik di kantor.
Melihat diriku mengerutkan kening berkonsentrasi, sang bapak tua hanya tersenyum arif, rupanya dari tadi dia sudah mengetahui keadaan diriku, yang kata orang jawa ada sedikit ‘berisi’. Berturut turut tiga malam, aku sengaja terus makan rawon sebagai makan malamku, untuk dapat bertemu dengan sang bapak, dia sebagai orang yang ‘ngelmu’, ngangsu kaweruh, orang yang mencari pencerahan, orang yang menggali inti-jiwa, menyelami arti hidup, apa pun juga istilahnya, seperti biasanya tidak pelit untuk berbagi ilmu dan tips bila berjumpa dengan orang yang seakan oleh takdir dipertemukan dengannya. Sama sekali lain berlawanan dengan anggapan masyarakat umum selama ini, atau dalam cerita cerita silat, bahwa dua orang berilmu yang bertemu cenderung untuk saling mengadu ilmu, mencari gelar yang terkuat.

Sayangnya setelah itu, sang bapak tua kemudian tak pernah muncul lagi di warung itu, meskipun dengan sengaja aku berturut turut itu makan malam rawon untuk menunggunya, mungkin ia telah meneruskan pengembaraannya.

Secara kebetulan pula aku mendapatkan cara berlatih yang menyenangkan di kolam renang. Beberapa hari ini memang cuaca malam agak dingin, sehingga semakin jarang perenang malam. Saat masuk kolam saat itu, air terasa dingin sekali, karena itu secara tak sengaja kulakukan apa yang diajarkan oleh bapak tua minggu lalu, udara yang masuk lewat lubang hidung bagaikan dua sinar merah masuk ke dalam tubuh memasuki rongga dada turun terus berkumpul di satu titik sekitar setengah jengkal di bawah pusar, yang mana di salah satu buku yang pernah aku baca dinamakan titik ‘ Tan – Dien’. Kemudian di titik tersebut kumpulan sinar merah berkumpul laksana bola api yang berputar, dari kecil perlahan membesar seiring dengan masuknya napas terus menerus, setelah cukup besar maka sinar merah mulai dialirkan ke seluruh badan, kaki, tangan, sampai ke seluruh permukaan kulit. Beberapa saat kemudian, badan terasa hangat, dingin air kolam sudah tidak lagi terasa.
Setelah itu secara rutin, aku melakukan sedikit latihan setiap kali sebelum berenang. Terlebih lagi di dalam kolam yang penerangannya temaram ini, tidak akan tampak di dalam air, bila berlatih jurus jurus sederhana guna memperlancar peredaran hawa di dalam tubuh. Air juga terasa sebagai penghantar hawa yang baik di antara kedua telapak tangan, bahkan tidak perlu sampai kedua telapak tangan menyatu, air di antara telapak sudah dapat menjadi jembatan aliran hawa, mungkin ini berasal dari sifat air sendiri sebagai penghantar listrik yang baik. Dalam satu dan lain hal, chi / hawa murni memang banyak mempunyai keserupaan dengan aliran listrik.

Tetapi malam itu setelah beberapa saat di dalam kolam dan berkonsentrasi masuk ke dalam latihan. Tiba tiba kurasakan, walau dengan mata yang masih tertutup, sesosok tubuh di ujung lain kolam. Aneh, padahal waktu aku masuk tadi, jelas jelas tidak ada orang sama sekali, di dalam maupun di pinggiran kolam. Apakah mungkin dia baru masuk saat aku memejamkan mata beberapa saat lalu.
Tak percaya aku, saat kubuka mata tidak tanpa siapapun. Tapi dengan mata terpejam, ku’lihat’ dengan jelas sosok itu di dalam kolam, bersandar di dinding yang berseberangan dengan tepi kolam di mana aku berdiri. Tubuhnya berpendar redup, berlapiskan kabut tipis yang melilitnya bagai puluhan ekor belut. Bulu kudukku merinding saat, kurasakan bahwa sosok itu tengah menghadap ke arahku dan ‘menatapku’ terus menerus.

Perasaanku sangat tidak enak, sama persis seakan waktu menjelang kecelakaan mobil dulu yang hampir merenggut nyawaku, perasaan ini seringkali muncul kalau ada musibah yang akan menimpaku.
Sosok putih itu terasa berjalan pelan dalam air, perlahan mendekatiku, setiap langkah dia mendekat semakin kuat tercium olehku hawa yang yang dipancarkannya, hawa kebencian yang amat sangat, hawa balas dendam yang sangat jenuh, hawa membunuh yang telah memuncak…..
************
Kupusatkan konsentrasiku lebih kuat, sosok putih yang tampak samar samar itu menjadi semakin jelas, seperti kamera yang semakin tepat fokusnya. Wajahnya kurus dengan tulang pipi yang bertonjolan, matanya kosong tidak berbola mata hanya tampak dua rongga hitam yang sangat dalam, mulutnya menganga seakan menjerit keras tetapi tanpa suara yang keluar.
Tanpa suara? Salah rupanya anggapanku, dengan makin mendekatnya sosok itu, atau dengan makin terpusatnya konsentrasiku perlahan mulai terdengar suara jeritan dan tangisan yang menyayat hati, suara itu seakan ada seakan tidak, lain dengan suara manusia biasa, lebih menyerupai gaung, lebih ringan mengambang jernih, lebih jernih dari nada dering handphone merk apapun, tapi jika terdengar pasti membuat bulu kuduk berdiri.

Banyak orang yang mengatakan bahwa ada makhluk di alam di bawah manusia salah satunya bersemayam di habitat air, tapi baru kali ini aku sungguh sungguh bertemu dengannya.

Dalam salah satu buku yang pernah kubaca dijelaskan bahwa salah satu alam roh yang lebih rendah dari alam manusia, mengklasifikasikan jenis roh berdasarkan lima unsur, yaitu metal (chin), kayu (mu), air (shue), api (huo), tanah(du). Di mana setiap jenis mempunyai karakter tersendiri, yang muncul di depanku ini pastilah roh setan berunsur air, anehnya biasanya mereka senang tinggal di daerah yang tidak banyak manusianya, seperti di tepian sungai, di bawah jembatan, atau mungkin juga di pantai.
Mereka bersifat penyendiri, satu roh berada di satu tempat tempat kekuasaanya sendiri tanpa ada roh lainnya. Tidak seperti jenis roh berunsur kayu misalnya mereka tidak berkeberatan untuk tinggal bersama, jadi lumrah pada satu pohon beringin besar bersemayam beberapa roh sekaligus.
Setan air disebutkan biasanya diliputi oleh hawa kebencian yang amat dalam, mungkin karena pada umumnya mereka mengalami proses kematian yang tidak mengenakkan.
Saat membaca buku itu aku sempat heran bagaimana sang pengarang bisa mendalami karakter para setan, apakah sama dengan orang orang yang suka meneliti sifat orang berdasarkan Zodiac. Hanya saja karena setan tidak mempunyai tanggal lahir atau tanggal kematian sehingga tidak bisa digolong-golongkan zodiacnya, sehingga ia pun ‘menciptakan’ pembagian berdasarkan lima unsur utama yang sebenarnya adalah unsur dalam ilmu hongsui.
Tapi malam itu aku merasakan apa yang ditulisnya itu ada benarnya juga, hawa kebencian bercamput hawa membunuh yang meluap mendahului makhluk itu mencapaiku, membuat dadaku terasa sesak. Aku merasa seakan menjadi anak ayam yang akan menjadi mangsa seekor ular kobra, jelas jelas tahu bahwa di depannya ada seekor ular yang siap akan menerkamnya tapi terpaku tidak bergerak tidak mampu melarikan diri bagai terhipnotis oleh pandangan sang ular. Atau inikah yang dirasakan oleh korban vampire yang sering kutonton di film horror, yang sering kutertawakan dalam hati karena hanya bisa pasrah mempersilakan sang pangeran kegelapan untuk menghisap batang lehernya.
Sesaat aku terbengong itu, makhluk yang tampaknya maju dengan perlahan itu tak dinyana telah berada hanya dua meter di depanku. Belut belut kecil yang sedari tadi terus berputar mengelilingi sekujur tubuhnya bergerak maju ke arahku.
Tanganku bergerak mengatupkan kedua telapak di depan dada, secepat mungkin kukerahkan semua chi yang ada untuk mengelilingi tubuhku yang mulai menggigil kedinginan.
Kurasakan hawa hangat mulai menyelimutiku dari ujung kepada turun terus menyelubungi dada, perut turun terus ke bawah …
Tapi terlambat, kaki kananku kena……terasa gigi gigi yang runcing menhunjam masuk betis kananku, sekejap kemudian badan belut itu telah dengan erat melilit kakiku. Hawa dingin yang menusuk tulang merasuki tubuh melalui telapak kaki tepat di bawah ibu jari.
Banyak orang berpendapat bahwa manusia mempunyai sembilan lubang yang menghubungkan tubuh bagian dalam dengan keadaan luar, di mana keadaan luar bisa sebagai alam manusia maupun juga alam lain. Kesembilan lubang itu adalah dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, mulut, anus dan lubang kelamin. Semua interaksi antara keadaan di dalam tubuh seseorang dengan bagian luar dilakukan melalui lubang tersebut. Memang pandangan demikian adalah benar dari sisi pandang tertentu saja, kenyataanya masih ada lubang lubang yang tidak terlihat dengan kasat mata. Misalnya saja ada ajaran yang mengatakan bahwa beratus ribu lubang pori pori di permukaan kulit manusia adalah lubang perantara, bagian gerbang gerbang portal kecil yang berserakan di seluruh internet yang menghubungkan platform antara operating system yang dipakai, dalam ini kesadaran manusia itu sendiri, dengan lingkungan cyber di luarnya.
Bagaimanapun yang cukup sering kudengar adalah dua titik di telapak kaki manusia tepat di bawah masing masing ibu jari kaki merupakan gerbang portal yang cukup besar untuk keluar masuknya arwah atau roh atau kesadaran atau apa pun istilahnya dari seseorang atau sesuatu yang ingin masuk. Hal ini cukup kepercayai karena sewaktu kuliah semester akhir dulu, saat aku dengan beberapa teman KKN di salah satu desa di dekat Jogjakarta, salah seorang teman putri kerasukan saat membantu menebangi rumpun bambu yang menghalangi jembatan yang kami perbaiki. Beruntung salah satu pemuka desa yang menemani kami kerja bakti cepat bertindak. Dengan menekan satu butir merica putih di telapak kaki kanan temanku itu, ia memaksa roh yang masuk untuk keluar lewat telapak kaki satunya.
Setengah gemetar, tanganku mengulur jauh ke belakang berusaha meraih tangga aluminium untuk naik. Kekuatan setan air adalah paling besar jika dia berada di dalam air, banyak korbannya dibuat lemas tenggelam. Jadi pikirku dengan berusaha naik dari air kolam, kekuatannya dapat melemah dan kesempatan untuk menyelamatkan nyawa kecilku ini lebih besar.
Berhasil…..tangan kananku berhasil meraih anak tangga itu, tetapi saat itu juga kaki kiriku berhasil disergap oleh salah satu belut yang menyerang.
Arghhh…..tak terasa mulutku mengeluarkan teriakan cukup keras, cukup keras untuk mengalahkan bunyi TV yang tengah ditonton oleh para pegawai kolam renang. Dua orang pegawai laki laki bergegas menghampiriku.
Belum sampai mereka mencapaiku, sosok putih berselimutkan hawa kebencian itu telah melepaskan cengkeramannya dan dan mundur menjauh secepat ia tadi mendekat.
Memang pada dasarnya setan tidak suka terhadap hawa manusia. Tanpa disadarinya atau tidak setiap manusia yang masih hidup sedikit banyak pasti akan mengeluarkan hawa manusia atau Ren-Chi, yang termasuk hawa panas atau hawa ‘yang’, yang mana bagi para roh yang hidup di alamnya yang bersifat dingin atau ‘yin’ amatlah mengganggu. Oleh karena itu semakin banyak manusia berkumpul di suatu tempat kumpulan Ren Chi akan makin besar sehingga para makhluk dunia lain enggan mendekat.
Dibantu oleh mereka, aku bisa naik dari kolam itu setengah menyeret tubuhku.Dengan perasaan lemas kujelaskan pada kedua petugas kolam bahwa kakiku kram ototnya, mereka pun bingung tak percaya karena jarang sekali kedua kaki bisa sekaligus kram keduanya, apalagi tampak dengan jelas bekas merah gigitan gigi gigi kecil di kedua kaki. Tetapi melihat keadaanku yang sudah lemah lunglai mereka pun segan untuk terus bertanya, segelas teh panas dengan cepat muncul di hadapanku.
Setelah rona kemerahan sudah kembali mengisi pipiku yang pucat pasi. Barulah mereka bercerita, ternyata di minggu ini saja sudah ada tiga orang yang kakinya kram saat berenang di malam hari, tetapi mereka mengira mungkin karena suhu udara belakangan ini cukup dingin atau para perenang tidak melakukan pemanasan yang cukup.
Aku hanya bergumam….entah apakah diganggu roh yang sama.


Mojoville, Aug ’04

OddieZ
For Bro Eel at BV.

Pangsit Mie

Pangsit Mie

Anak tangga itu memang sangat tinggi, kasar dan berlumut, semen lapisan teratasnya sebagian sudah mulai terkelupas. Sore itu aku berdiri lagi di ambang pintu depot itu menatapi atas tangga itu. Semacam perasaan deja-vu meliputiku, ini seakan suatu adegan di film yang telah berulang kali aku saksikan. Udara mulai terasa dingin, adzan maghrib terdengar sayup di kejauhan, langit cepat sekali menggelap, matahari tak sabar secepat mungkin masuk ke peraduannya, Puluhan burung walet terbang di atas menuju ke sarangnya. Setelah kupikir lagi memang aku cukup sering membeli bakso di tempat ini, pangsit mie nya juga lumayan enak. Tempat yang menjadi ‘depot’ ini sebenarnya adalah bangunan sayap kiri dari rumah kuno yang besar sekali. Pemiliknya hanya memakai sebagian kecil dari rumahnya untuk berjualan. Aku sendiri lebih suka membeli baksonya, karena bakso itu buatan sendiri dan tidak memakai bahan pengawet sehingga rasanya enak, dan yang lebih penting..aku tidak perlu menunggu lama di sana. Entah mengapa, setiap kali aku ke sana tetap ada perasaan tidak enak menyelimutiku, lampu penerangan yang hanya sepuluh watt di langit langit yang tinggi khas rumah kuno itu tak cukup menerangi, ditambah lagi bau lembab yang tercampur dengan wangi pangsit mie yang sedang dimasak. Tetapi karena si Dia lebih senang makan pangsit mie, maka setiap kali aku harus menunggu pesanannya selesai, terpekur di sana sendirian mengamati anak tangga yang sama itu lagi.
Kupencet HP ku untuk membuka keylock melihat sudah jam berapa sore itu. Memang setelah punya HP aku enggan memakai arloji lagi, di rumah ada beberapa buah tergeletak tak terpakai mulai dari Swiss Army, Seiko, Swatch. Karena dengan HP yang sudah ada jam, kurasa tidak perlu lagi membuat pergelangan tanganku berkeringat memakai jam tangan lagi dan tidak perlu pusing takut kecopetan lagi. Seringkali teman-teman bertanya kapan jam jam tersebut mau dilelang, tiap kali aku hanya tersenyum saja…sayang khan meski jarang dipakai masih menjadi koleksi yang berharga. Hampir 15 menit aku menunggu, memang lambat sekali pelayanannya gerutuku, coba bayangkan kalo ada 5 pelanggan sekaligus yang datang, pasti aku harus menunggu sampai satu jam.
Tak sabar aku beranjak menuju pintu samping, dari pintu itu kita bisa langsung menengok ke dalam dapur. Tidak terdengar suara apapun, tampak sesosok tubuh berambut putih bersanggul, memakai kebaya, mungkin warna tidak begitu jelas mungkin luntur karena lamanya, hijau muda mungkin. Ibu tua itu berdiri setengan terbungkus diam mengaduk sesuatu di dalam panci. Kutanya dia apakah pesananku sudah selesai. Perlahan dia menengok ke arahku, astaga…keriput di mukanya yang pucat itu..seakan dia berusia satu abad, dari depan pintu yang tak jauh bisa kulihat kulit mukanya seperti sangat kering, bagai kulit ular yang hampir mengelupas. Bau lembab yang dari tadi tercium semakin menyengat, bagaikan membuka suatu lemari baju lapuk yang lama tidak dibuka. Bulu kudukku semakin merinding ketika dia membuka mulut menjawab,” Sebentar lagi ya..”. Mulutnya berwarna merah, terlihat beberapa giginya yang tersisa berwarna kuning. Mungkin seperti perempuan jaman dulu dia punya kebiasaan menyirih, pikirku menenangkan diri. Bau anyir langsung menyergap lubang hidungku bercampur dengan bau apek dan lembab tadi. Aku pun mengangguk dan bergegas kembali ke dalam depot yang lebih terang, di sana memang ditaruh empat meja kayu sederhana untuk pelanggan yang ingin bersantap di sana.
Belum sempat kunyalakan batang rokok yang baru kukeluarkan, muncul perempuan muda pelayan depot yang sering kulihat. “ Maaf lho Mas,” katanya tersenyum manis,” Tadi pangsitnya lagi habis, jadi harus dibuat dulu.” Aku mengganguk kecil menunjukkan pengertian. “ Kok sudah selesai? Kata Mbah di sebelah tadi masih sebentar lagi …”tanyaku. Raut muka si Mbak pun berubah aneh.” Wah Mas ini…ojo guyon lah. Wong di dapur ndak ada orang, dari tadi cuman saya sama TaCik (pemilik depot) yang sibuk di belakang mbuat pangsit.” Tak terasa batang rokok di tanganku jatuh ke lantai, bulu kudukku berdiri terus tak kunjung turun seakan aku seekor hyena, cepat cepat kubayar pesananku dan secepat mungkin meninggalkan tempat itu. Sejak kejadian itu sampai sekarang aku masih belum ada keberanian untuk pergi ke depot itu lagi.

OddieZ
Mojoville, Mei 2003.

Tabrak lari

Diparkirnya sembarangan sepeda motor di ruang tamu depan.

Tergesa gesa ia masuk ke dapur, menggapai botol aqua di dalam kulkas yang langsung ditelannya habis.
Peluh bercucuran dari rambut yang sedari tadi tertutup helm.

Tempat lampu depan motornya masih kosong, karena tiga hari lalu menabrak sebuah mobil sedan warna keemasan. Beruntung ia cepat bisa berdiri dan lari secepat mungkin, sehingga oom gendut, pengemudi sedan tidak sampai menangkapnya.
Si oom hanya bisa marah marah sambil memunguti remah-remah pecahan kaca lampu belakang sedan serta lampu depan motornya yang terlepas karena terbentur keras.
Kalau sampai tertangkap, wah tak terpikir berapa uang yang harus dikeluarkan untuk mengganti kerusakan mobil itu.
Tapi tak sedikit pula biaya telah habis memperbaiki motor yang juga rusak parah itu.

Sebetulnya bukan oom sopir sedan yang ditakutinya, tetapi ibu tua yang sebelumnya direbut tas tangannya yang terus menjerit-jerit minta tolong sampai orang kampung banyak yang keluar mengejarnya.
Digebernya motor sepenuh tenaga sampai tak terlihat mobil yang telah menyalakan lampu seinnya mau menepi.

Nenek tua itu bandel sekali, sampai kelewang yang biasanya diayun-ayunkan untuk menakuti korbannya harus benar-benar disabetkan ke punggung si nenek, baru tas tangannya terlepas. Padahal isi tas tidak sampai beberapa ratus ribu, serta seuntai jam tangan laki-laki tua yang sudah tua dan rusak sehingga tak laku dijual.
Tapi mengapa jam tangan itu malah dilingkarkan di tangannya, mungkin sebagai kenangan pergulatan yang gigih dari sang nenek, yang kemudian terjerembab jatuh setelah berteriak histeris, huh mudah-mudahan mampus tuh nenek

Diliriknya jam tangan rusak yang terlingkar di pergelangan kirinya, sedikit menutupi tattoo tengkorak yang menyeringai jelek.

Huh, menyesal rasanya ia hanya memotong kuping si tukang tattoo sialan itu, seharusnya kusobek saja lehernya, berani benar membuat gambar sejelek itu di tanganku.
Sang tengkorak terus tersenyum manis menantangnya.

Tengkorak tampak makin kabur, rupanya efek beberapa botol bir yang digelegaknya di warung pojok mulai bekerja.
Tak terasa badannya telah tergeletak di sofa reyot yang merangkap tempat tidurnya di rumah kontrakan yang hanya punya satu ruang itu.

Sialan, siapa lagi ini malam-malam berani datang mengganggunya. Apa si Rudi Ceking yang tinggal di sebelah rumahnya, salah masuk setelah teler menghisap cimeng.

Bayangan itu semakin mendekat, bau busuk menyengat bercampur wangi aneh…… kemenyan.

Mendadak ia merasakan tangannya diangkat, dan jam tangan dicoba direnggut dengan kasar.

Sialan Si Rudi, dia pikir mabuk berat aku, sampai arloji pun mau diembat.

Diraihnya kelewang yang tergeletak di bawah sofa dan diayunkan ke arah bayangan itu.

Aaaah…terdengar teriakan perempuan, iyah teriakan perempuan tua…… teriakan nenek yang dibacoknya kemaren.

Kelewangnya menghantam angin, bayangan itu makin dekat, seringai marah nenek dengan giginya yang sisa beberapa biji, besar dan kuning menghamburkan nafas mayat busuk tetap ke mukanya seraya mendesis…
Kembalikan ….Kembalikan…Kembalikan…..





The oom gendut.
Mojoville, 2 Mei 2007. Night
My Revenge is still not paid.