Saturday, July 28, 2007

Suatu siang di kantor


Siang ini sungguh berbeda dengan siang-siang lain di kantor.
Mendung gelap menggayut, menyelimuti angkasa, siap sewaktu-waktu menumpah ruahkan butiran air yang sudah sarat dikandungnya. Sang mentari seakan mengambil cuti dengan tidak menampakkan diri sejak pagi tadi.

Jumat siang ini sungguh sunyi, dua rekan kerja telah meninggalkan meja mereka begitu bel berbunyi. Pastinya pergi untuk sholat, sementara seorang rekan pulang ke rumah untuk makan siang.

Kuteguk minuman diet yang kubuat pagi tadi.
Dengan bekal sedikit keteguhan hati sudah dua hari kulewati tanpa menelan makanan padat, hanya dengan beberapa botol minuman diet alami, yang kubuat sendiri setelah tergoda hasil nyata seorang teman yang menjadi sangat langsing setelah memraktekkannya.

Lampu kantor yang dipadamkan oleh teman-teman seperti kebiasaan setiap saat istirahat, siang ini terasa sangat gelap.
Nyala monitor terang, sementara aku baris demi baris membaca celotehan teman-teman sesama alumni SMA yang saling bersambut di homepage ‘khusus alumni’, di mana ada juga guru-guru berjiwa muda yang ikutan nimbrung.

Di tengah jari jari iseng ini mengetik reply pada suatu topik tentang pembahasan hantu di ruang tidur anak seorang kakak kelas, reply yang tak pernah kukira tak jadi kupost.

Karena tiba-tiba suatu hembusan udara dingin bertiup ke leher bagian belakangku.
Pasti bukanlah AC yang sedari tadi menderu stabil.

Wangi kembang menyergap lubang hidung, mengingatkanku pada bau khas setiap kali kulewat di depan stand penjual bunga dan kain kafan di sebelah pasar itu.

Otak ini segera bereaksi menyuruh kedua kaki secepatnya beranjak untuk meninggalkan kantor kecil ini, insting mencari tempat di mana masih ada orang lain, setidaknya di luar pasti ada beberapa office boy atau karyawan lain yang sedang lalu lalang di dekat tangga.
Tetapi kaki dan badan seakan membeku kaku tidak menuruti perintah.

Dari sudut lemari muncul sosok putih, berambut panjang sebahu, melayang mendekat.
Iya benar, melayang, Karena ia tidak perlu berjalan berbelok di sela meja dan kursi, melainkan melintas di atasnya.
Dan ia mengarah tepat ke arahku.

Tak jelas nampak mukanya.
Tetapi sesuatu membuatku tahu makhluk itu adalah seorang perempuan dan ia tidak bermaksud baik.

Dengan cepat kuteringat sepintas cerita beberapa rekan bagian IT yang kerap lembur sampai malam bahwa beberapa orang sempat berpapasan dengan bayangan putih yang melintas dari kamar mandi dan masuk ke dalam kantor.
Ya Tuhan, berarti benar yang mereka maksudkan adalah kantor ini.

Sementara makhluk itu bergerak pelan tapi pasti ke arahku, mataku menatap nanar ke depan masih tidak dapat melihat jelas muka pucatnya yang tertutup oleh rambut panjang beriap-riap. Tapi yang pasti yang kulihat sebuah seringai mulut yang penuh dengan gigi kuning.

Tuk tuk tuk….sialan ternyata bunyi gemeretuk gigiku sendiri yang gemetar tak keruan.
Keringat dingin membasahi kening dan mulai menetes di mukaku yang sama pucatnya dengan warna laptop ini sekarang.

Tinggal jarak satu meja saja, makhluk yang telah mengulurkan tangan itu pasti bisa meraih diriku yang terdiam, tak bergerak terbelenggu oleh ketakutan yang amat sangat.

Tiba-tiba makhluk itu terhenti, berhenti di depan meja rekanku yang sedang pulang makan siang. Ia menatap tajam ke atas meja dan mulai mundur perlahan.

Tak terasa pandanganku ikut melihat atas meja. Tampak sebuah gelang batu berwarna hitam kekuningan yang biasa dipakai oleh temanku, tertinggal di atas meja. Memang waktu mengetik gelang batu itu biasa dilepasnya karena berbenturan dengan kaca alas meja. Siang itu pasti ia lupa memakainya pulang.

Makhluk itu terus mundur tanpa melepaskan pandangannya ke gelang itu.

Diriku yang sudah tidak menjadi obyek utama serangannya sudah mulai bisa bergerak, kaki tangan yang tadinya kaku mulai terasa hangat dan bisa digerakkan. Ternyata pandangan makhluk itu yang seakan menghipnotis, mengikat erat seluruh tubuh ini.

Makhluk itu mundur lebih cepat dari pergerakan majunya tadi.
Sebentar ia pun masuk ke ujung gelap ruangan.
Bersamaan dengan itu pintu terbuka dan kedua rekan kerja yang baru kembali dari sembahyang berjalan masuk.

Melihatku wajahku yang pucat pasi, mereka dengan cepat membuat secangkir teh manis panas untukku.
Baru kemudian bibir ini mampu bergerak dan bercerita kepada mereka.

Setelah kutanya pada empunya gelang, gelang macam apakah itu penolongku itu. Katanya hanyalah gelang biasa dari batu tiger eye, hanya saja sering digunakan sebagai tasbih, jika sedang menganggur, batu-batu itu diputarnya sambil menggumamkan mantra pujian.
Mungkin itulah, yang menyelamatkanku siang itu.

Tetapi yang pasti akan butuh waktu lama sekali sebelum aku berani sendirian di ruang kantor ini.

Mojoville, July 27, 2007.

No comments: