Wednesday, June 27, 2007

A scene

“Mengapa selalu aku yang menceritakan semuanya kepadamu?
Aku telah bicara tentang kampung halamanku, masa sekolahku, keluarga ku, hampir semuanya.
Bagai sebuah buku yang terbuka lebar, untuk mu pembaca yang baik.”

Sang perempuan menatap lekat mata sang lelaki di meja makan,
di mana di hadapan terhampar pemandangan malam yang sangat mempesona.

Lelaki diam seribu kata.
Memandang empunya suara, yang tak kalah mempesonanya dengan pemandangan malam itu.

Tetap diam, sampai akhirnya hanya tersenyum lembut dan berkata, “Nanti ..nanti perlahan aku kuceritakan satu persatu kepadamu… bila kau masih tetap di sampingku.”

Terbawa oleh suasana yang romantis, angin malam bertiup sepoi yang menyegarkan, berjuta lampu kota menyala sepi tak bersuara.

Sang wanita pun mengangguk pelan, setuju, terbuai oleh suasana dan lembut senyuman kekasih.

Lelaki berpikir….
“Ceritamu membawa bahagia, kasih.
Tidak lah sama jika aku bercerita tentang masa laluku.
Yang mana hatiku tergores, berdarah kembali, tiap kali memikirkannya.
Kau takkan suka mendengarnya.
Aku bukan buku yang terkarang rapi oleh sang pengarang seperti kau menuturkannya.
tapi berbait puisi tak beraturan yang membingungkan.
Yang membuatmu bosan, jemu dan kecewa.
Telah mulai kususun perlahan cerita diriku dan kutempel di sudut gelap yang kau tak pernah kunjungi.
Andai kau sempat mampir, membaca dan mengartikannya sendiri.
Kau mungkin takkan bertanya.”


Saling melambai mereka berpisah menyudahi makan malam yang mesra.







Mojoville, June 2007.

-after watchin’ a good scene in ‘Corner with Love’, a Taiwan series.-

No comments: